Kamis 07 Sep 2017 21:54 WIB

KPK Tetapkan Hakim Tipikor PN Bengkulu Jadi Tersangka

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan suap terhadap Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Tipikor (PN Tipikor) Bengkulu terkait tindak pidana korupsi di Bengkulu.

Ketiga tersangka yang ditetapkan adalah Dewi Suryana (DSU) yang merupakan Hakim Tipikor di PN Tipikor Bengkulu, Hendra Kurniawan (HKU) Panitera Pengganti PN Tipikor Bengkulu dan Syuhadatul Islami  (SI) yang berprofesi sebagai PNS yang merupakan kerabat dari Plt Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Wilson. 

"Setelah melakukan pemeriksaan awal dan gelar perkara, disimpulkan ada dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji di lingkungan ,KPK meningkatkan status dan menetapkan tiga orang tersangka yakni DSU, HKU dan SI," ujar Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan Kamis (7/9).

Suap ini diduga berkaitan dengan putusan kasus tindak pidana korupsi perkara korupsi pengelolaan anggaran rutin dan kegiatan fiktif di Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemkot Bengkulu tahun 2013 yang menjerat Plt BPKAD Pemkot Bengkulu, Wilson.  

Saat ini  Wilson telah divonis dengan hukuman penjara selama 1 tahun 3 bulan oleh pengadilan lantaran dirinya terbukti telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 590 juta itu, Wilson pun telah menjalani proses hukuman tersebut terhitung sejak 14 Agustus 2017.

Perlu diketahui dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK sejak  Rabu (6/9) malam sampai Kamis (7/9) pagi, KPK mengamankan enam orang di dua kota berbeda yakni Bengkulu dan Bogor. Mereka adalah DSU Hakim Anggota PN Tipikor Bengkulu; HKU, panitera pengganti PN Tipikor Bengkulu; SI, PNS yang merupakan keluarga terdakwa Wilson; DHN pensiunan panitera pengganti; S, PNS dan S Swasta.

Akibat perbuatannya, sebagai pihak yang diduga pemberi SI,  disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo 64 kuhp jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.

Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima DSU dan HKU disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement