Kamis 07 Sep 2017 18:06 WIB

‘Kontroversi Meikarta Bisa Pengaruhi Pilgub Jabar 2018’

Rep: Ali Mansur/ Red: Ratna Puspita
Sejumlah konsumen melihat letak posisi unit apartemen melalui maket kaca bawah saat peluncuran perdana Kota Baru Meikarta, di kawasan Lippo Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (13/5). Lippo Group mengumumkan pembangunan kota baru berskala internasional Meikarta yang berlokasi di koridor Jakarta-Bandung dalam tahap pertama memulai pembangunan 250.000 unit Apartemen dengan total luas bangunan 22.000.000 m2 , dengan total nilai proyek lebih dari Rp278 triliun.
Foto: Risky Andrianto/Antara
Sejumlah konsumen melihat letak posisi unit apartemen melalui maket kaca bawah saat peluncuran perdana Kota Baru Meikarta, di kawasan Lippo Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (13/5). Lippo Group mengumumkan pembangunan kota baru berskala internasional Meikarta yang berlokasi di koridor Jakarta-Bandung dalam tahap pertama memulai pembangunan 250.000 unit Apartemen dengan total luas bangunan 22.000.000 m2 , dengan total nilai proyek lebih dari Rp278 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kontroversi pembangunan kota mandiri bernama Meikarta di Cikarang, Kabupaten Bekasi, bisa memengaruhi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jawa Barat 2018. Hal itu berkaca dari Pemilahan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta yang terkait dengan kepentingan para pengembang raksasa, di antaranya proyek reklamasi teluk Jakarta. 

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Katholik Parahyangan Asep Warlan ada lima aspek dalam pilkada yakni peristiwa politik, peristiwa hukum, peristiawa budaya, peristiwa ekonomi, dan peristiwa akademik. Karena itu, menurut dia, tidak heran apabila ada keterkaitan dan kalkulasi politik. 

Tidak hanya itu, hal ini  juga ada kaitanya dengan Pilpres 2019. Karena itu, Pilgub Jabar sangat penting untuk memenangkan Pilpres 2019. "Pengusaha itu akan mencoba mengaitkan itu menang di Jabar menang di 2019 mengamankan proyek-proyek mereka," kata dia Asep saat dihubungi oleh Republika, Kamis (7/9).

Hanya saja, Asep kurang setuju bila hal itu dianggap sebagai perselingkuhan antara birokrasi dengan pengusaha. Dia beralasan, sesungguhnya hal itu bisa dianggap netral bukan perselingkuhan dalam hal negatif. 

Namun yang menjadi masalah kalau ada persekongkolan yang memungkinkan prosedur dan semua aturan dilanggar tetapi izin proyek tetap keluar. “Setiap pencalonan harus hati-hati betul dengan ‘titipan’, dalam tanda petik, pengusaha-pengusaha yang kira akan mendapatkan semua kemudahan-kemudahan," kata dia. 

Asep pun mewanti-wanti akan pengaruh Lippo Grup terhadap dinamika politik di Jawa Barat. "Ini analisis sementara karena belum ada bukti yang kuat tapi yang jelas pasti ada kaitanya. Mereka akan sangat memperhitungkan siapa yang akan menjadi calon Gubernur Jawa Barat," kata dia. 

Dia menyadari ada partai yang memang pragmatis menyikapi ini. Partai tidak akan memperdulikan hal itu karena yang terpenting bisa meraih kemenangan. "Harus diperhatikan dampak serta efek dari komitmen itu. Tidak hanya proyek meikarta tapi juga beberapa proyek lain. Nah, saya kira pasti ada perhitungan ke sana," ujar dia. 

Pembangunan Meikarta yang dilakukan oleh grup Lippo memicu kontroversial. Sebab, hunian yang sudah dipasarkan ini belum menyelesaikan persoalan izin seperti izin mendirikan bangunan (IMB), sertifikat tanah hingga hak penggunaan lahan. 

Pada 2 Agustus 2017, Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar menegaskan status pembangunan dan pemasaran kawasan permukiman Meikarta Lippo Cikarang dihentikan hingga ada rekomendasi dan izin legal. Menurut Deddy, pembangunan hunian vertikal itu melanggar Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan di Jawa Barat.

Pada Senin (4/9), Deddy kembali menyatakan proyek Kota Meikarta harus mendapatkan rekomendasi dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Rekomendasi itu tidak bisa dibahas kalau Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) belum ditetapkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement