REPUBLIKA.CO.ID, KOTA KINABALU -- Duta Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur Rusdi Kirana mengusulkan moratorium atau penghentian sementara pengiriman pembantu rumah tangga (PRT) dari Malaysia ke Indonesia.
"Kalau pemerintah pusat menyetujui KBRI Kuala Lumpur akan mengusulkan moratorium pembantu rumah tangga," kata Rusdi Kirana di sela-sela kunjungan pertamanya ke Negara Bagian Sabah, Malaysia, Kamis (7/9).
Rusdi mengemukakan hal itu usai bertemu dengan Konsul Konsulat Jendral Republik Indonesia (KJRI) Kuching, Johar Gultom, Konsul KJRI Kota Kinabalu, Akhmad DH Irfan dan Konsul KJRI Tawau, Krisna Djelani dengan didampingi Wakil Dubes, Andreano Erwin. Dia akan mengirimkan surat kepada Menteri Tenaga Kerja RI Hanif Dhakiri sesuai prosedur resmi untuk melakukan moratorium PRT ke Malaysia.
"Saya sudah diskusi dengan Dubes Malaysia di Indonesia. Saya mengharapkan pemotongan gaji PRT tidak seperti sekarang. Tapi saya pikir diskusi ini panjang karena itu kalau tidak selesai-selesai kita moratorium saja," katanya.
Rusdi Kirana mengatakan untuk melakukan moratorium memang memerlukan dukungan (endorsement) dari Presiden Joko Widodo melalui usulan dari Kementerian Tenaga Kerja. "Kebijaksanaan moratorium ini kan tidak tiba-tiba tetapi melalui proses namun wacana ini kita sampaikan," katakan.
Alasan utama dilakukan moratorium PRT, ujar dia, karena ada pemotongan gaji yang dilakukan oleh agen sebesar RM 300 hingga RM 400 selama enam bulan terhadap PRT.
"Kalau Presiden Joko Widodo memerintahkan hari ini bisa dilakukan moratorium PRT akan kami laksanakan namun kalau mesti mengikuti prosedur dan diplomasi kami akan mengikuti," katanya.
Rusdi menegaskan sebaiknya Indonesia mengirimkan tenaga kerja formal saja kalau tenaga kerja informal sudah tidak perlu lagi. "Kalau pemotongan gaji dilakukan terus menerus terhadap pembantu rumah tangga, kasihan juga terhadap majikannya karena semangat kerjanya pasti berkurang dan hasil kerja tidak maksimal," katanya.
Rusdi mengatakan persoalan pembantu rumah tangga seringkali menjadi persoalan bagi hubungan bilateral Indonesia dan Malaysia dibandingkan dengan tenaga kerja formal. Dia menegaskan untuk pembantu rumah tangga yang sudah bekerja di Malaysia nantinya tidak akan diperpanjang lagi paspornya namun akan diberikan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) untuk kembali ke Tanah Air.
"Tidak boleh ada diskriminasi kalau yang PRT yang baru tidak boleh bekerja sedangkan yang belasan tahun diperbolehkan," katanya. Sementara itu menurut data di KBRI Kuala Lumpur setiap hari ada 70 pengaduan yang dilakukan pembantu rumah tangga sedangkan jumlah pembantu rumah hingga Agustus 2017 tercatat ada sekitar 230 ribu orang.