Rabu 06 Sep 2017 22:28 WIB

Putusan PTUN Jadi Landasan Pansus Angket KPK Hadapi Uji Materi

Anggota Komisi I DPR Agun Gunandjar Sudarsa (tengah)
Foto: Antara/ Yudhi Mahatma
Anggota Komisi I DPR Agun Gunandjar Sudarsa (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Putusan yang dikeluarkan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menyatakan keabsahan Pansus Angket DPR RI terkait KPK merupakan landasan yang bakal digunakan dalam menghadapi proses uji materi di Mahkamah Konstitusi.

Ketua Pansus Angket tentang KPK Agun Gunandjar menyatakan, bahwa hasil putusan tersebut menyatakan angket adalah hak konstitusional yang menjadi kewenangan DPR. "Dengan demikian, keributan sebelumnya yang menyebut Pansus KPK menyalahi aturan sudah selesai," kata politikus Partai Golkar itu, Rabu (6/9).

Menurutnya, hal tersebut juga merupakan fakta persidangan yang akan menjadi bagian ketika menghadapi proses uji materi di MK. Sebelumnya, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) sebaiknya mengeluarkan putusan provisi terkait Pansus Angket DPR terkait Komisi Pemberantasan Korupsi.

Rilis YLBHI-ICW di Jakarta, Selasa (5/9), menyatakan, meski UU MK tidak mengatur secara spesifik mengenai Putusan Sela, tetapi UU tidak melarang MK untuk memperkenalkan mekanisme tersebut dalam perkara pengkajian undang-undang tersebut.

Bahkan, MK juga sudah beberapa kali mengeluarkan putusan sela dalam beberapa permohonan penyelesaian sengketa pilkada, begitu pula untuk permohonan uji materiil.

Salah satunya adalah putusan sela dalam permohonan uji materiil Nomor 133/PUU-VII/2009 yang diajukan oleh Bibit Samad Riyanto dan Chandra Marta Hamzah.

Karena itu MK dinilai sudah sepatutnya mengeluarkan putusan provisi agar proses angket yang diduga cacat hukum tidak terus berjalan hingga dikeluarkannya putusan final.

Sejumlah pihak mengajukan permohonan uji materi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) terkait dengan objek pelaksanaan hak angket terhadap KPK.

Setidaknya, menurut YLBHI-ICW, ada lima alasan kenapa putusan provisi tersebut sangat mendesak, antara lain untuk menghindari kerugian konstitusional yang lebih besar akibat proses angket yang terus berjalan.

Selain itu, alasan lainnya mencakup agar tidak terjadi kerugian negara yang lebih besar sebab dalam kerjanya pansus angket menggunakan anggaran negara (APBN), serta agar tercipta kepastian hukum dan mendapatkan putusan MK yang bermanfaat.

Putusan provisi juga dinilai diperlukan agar kerja KPK dalam penanganan perkara, khususnya e-KTP tidak terganggu perlawanan politik.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement