REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kodam Jaya memerintahkan warga RW 05 Sumur Batu, Kemayoran, Jakarta Pusat untuk mengosongkan tempat tinggalnya. Hal ini didasarkan Surat peringatan tertulis -1 bernomor: B/2355/VIII/2017 tertanggal 16 Agustus 2017 untuk mengosongkan rumah/tempat tinggalnya dalam waktu 21 hari sejak dikeluarkan surat tersebut (batas waktu sampai tanggal 6 september 2017).
Padahal, warga RW 05 adalah pihak yang mempunyai prioritas utama orang yang paling berhak untuk mendapatkan surat hak atas tanah/sertifikat tanah dari Badan Pertanahan Nasional-Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Pusat atas tanah bekas Eigendom Verponding_ Nomor: 5039, 5749, 5752, 5670, 7734, 10152, dan 12218 yang terletak di Kampung Sumur Batu, Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat, sebagaimana putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 426/PDT.G/2010/PN.JKT.PST tanggal 11 Mei 2011.
Menanggapi tersebut, komisioner Komnas HAM Hafidz Abbas berpandangan bahwa Negara gagal melindungi warganya. Sebab, Negara harus bertanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan umum bagi warganya. "Jadi, kalau ada warga mau digusur, Negara harus turun tangan. Sebab, Negara harus menyediakan tempat layak bagi warganya," tegas Hafidz dalam keterangan tulis yang diterima Republika.co.id di Jakarta, Selasa (5/9).
Hafidz juga menyayangkan adanya surat peringatan dari Kodam Jaya bagi warga RW 05 Sumur Batu. Berdasarkan informasi yang diterima, terdapat 59 rumah yang akan digusur pihak Kodam Jaya.
Menurutnya, prinsip dalam melakukan peringatan atau penggusuran ada aturannya. Kalau mau menggusur warga tidak boleh ada simbol-simbol kekuasaan. Sebaliknya, mereka harus diberikan kasih sayang. Dan tidak boleh ada indikasi kekuasaan.
"Tidak boleh pakai seragam militer, tidak boleh ada senjata, tidak boleh ada pentungan, tidak boleh ada lambang-lambang atau apapun. Karena yang dihadapi bukan musuh. Jadi, tidak boleh ada simbol-simbol kekuasaan," tegas dia.
Dikatakan Hafidz Abbas, solusi atas permasalahan tersebut adalah dialog dua pihak. Misalnya, kalau warga mau dipindahkan, harus dipastikan keadaannya jauh lebih baik dari sekarang.
Atau, kalau warga dengan ikhlas mau pindah, maka mereka harus diberikan kompensasi yang layak, bisa dalam bentuk finansial sesuai kesepakatan. "Kalau tidak ada titik temu, proses di pengadilan biar proses mediasi berjalan," kata dia.
Salah seorang penghuni di RW 05 Sumur Batu, Brigadir Jenderal Purnawirawan Imam Soepomo yang pada 17 Agustus lalu menerima Bintang Gerilya, penghargaan pejuang veteran dan perintis kemerdekaan dari Presiden Jokowi, menyesalkan adanya aparat negara yang tidak melindungi warga negaranya.
"Kami tidak melupakan apresiasi pemerintah yang telah memberikan Bintang Gerilya, penghargaan pejuang veteran dan penghargaan perintis kemerdekaan," ucapnya.
Imam Soepomo yang kini berusia 91 tahun sungguh menyayangkan bila pemerintah melupakan perjuangan kawan-kawan seperjuangannya yang sekarang telah mendahuluinya.
"Teman-teman seperjuangan saya yang dimakamkan di taman makam pahlawan tersebar di Indonesia, sebagian besar di TMP Kalibata, mereka telah mengorbankan jiwa raga dalam perjuangan revolusi," sesal Imam Soepomo.