Kamis 31 Aug 2017 11:47 WIB

Meikarta Dinilai Rusak Struktur Ruang Wilayah di Jabar

Sejumlah konsumen melihat letak posisi unit apartemen melalui maket kaca bawah saat peluncuran perdana Kota Baru Meikarta, di kawasan Lippo Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (13/5). Lippo Group mengumumkan pembangunan kota baru berskala internasional Meikarta yang berlokasi di koridor Jakarta-Bandung dalam tahap pertama memulai pembangunan 250.000 unit Apartemen dengan total luas bangunan 22.000.000 m2 , dengan total nilai proyek lebih dari Rp278 triliun.
Foto: Risky Andrianto/Antara
Sejumlah konsumen melihat letak posisi unit apartemen melalui maket kaca bawah saat peluncuran perdana Kota Baru Meikarta, di kawasan Lippo Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (13/5). Lippo Group mengumumkan pembangunan kota baru berskala internasional Meikarta yang berlokasi di koridor Jakarta-Bandung dalam tahap pertama memulai pembangunan 250.000 unit Apartemen dengan total luas bangunan 22.000.000 m2 , dengan total nilai proyek lebih dari Rp278 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG--Mega proyek Meikarta disebut merusak struktur perencanaan kota. Demikian ditegaskan Guru Besar Perencanaan Kota dari Intitut Teknologi Bandung (ITB), Prof.Roos Akbar,M.Sc.,Ph.D. Dalam perbincangan dengan Republika, Kamis (31/8).

Roos Akbar mengungkapkan pihaknya meragukan Meikarta telah mengantongi izin prinsip untuk pembangunan tempat tinggal bagi dua juta orang seperti dikatakan pihak Meikarta dalam berbagai iklan di media massa.''Saya ragukan itu,'' tegas Roos Akbar.

Roos Akbar mengungkapkan bahwa maksud dan tujuan dibangunnya LRT dan sarana transportasi massal lainnya oleh pemerintah, adalah untuk mengurangi kepadatan penduduk di wilayah Jakarta dan sekitarnya. ''Nah sekarang saja wilayah situ sudah sangat macet. Bisa dibayangkan nanti jika proyek tersebut (Meikarta) jadi. Macetnya seperti apa,'' tutur Roos Akbar. ''Meikarta akan merusak struktur Ruang Wilayah di  Jabar,'' tegasnya.

Roos Akbar mengatakan bahwa untuk membangun suatu bangunan atau proyek, ada tahapan tahapan perijinan yang harus dilakukan dan dipenuhi. Yaitu izin prinsip, izin lokasi, izin perencanaan atau siteplan, IMB dan lainnya. Roos mencontohkan misalnya akan membangun tempat untuk 500 ribu orang, tentunya harus ada izin prinsipnya terlebih dahulu. Setelah itu baru mencari lokasi, untuk pembangunan dengan kapasitas 500 ribu orang tadi. ''Nah sementara di proyek ini khan dikatakan untuk dua juta orang. Saya ragu itu,'' tandasnya.

Diakui Roos Akbar, pihaknya tidak mengetahui izin-izin apa saja yang sudah atau belum dipenuhi oleh pihak Meikarta. Namun menurutnya, proyek pemnbangunan untuk satu juta penduduk saja, bisa dikategorikan sebagai pembangunan Kota Metropolitan. ''Apalagi ini katanya untuk dua juta penduduk. Saya ragu ada izinnya,'' tegas Roos Akbar.

Sebelumnya, Kepala Prasarana Wilayah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bekasi, EY Taupik menjelaskan, pada 1996 Lippo Group memiliki rancangan utama di kawasan tersebut melalui perizinan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. "Tidak seluruhnya lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bekasi, sehingga lahan yang belum sesuai masih ditangguhkan perizinannya," kata Taupik, Rabu (30/8).

Jumlah lahan saat itu, kata dia seluas 360 Ha, dan Meikarta mengajukan izin untuk lahan seluas 140 Ha, tapi yang telah memiliki izin hanya 84 Ha, bukan 500 Ha seperti yang Meikarta gemborkan dalam iklan.

Taupik juga menjelaskan, meskipun Meikarta telah mengantongi lahan seluas 84 Ha, mereka tidak dapat seenaknya memulai pembangunan karena mereka harus melunasi sejumlah perizinan lain, seperti izin lingkungan, lalu lintas, air, limbah hingga konstruksi.

Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Barat Anang Sudarna juga mengaku pihaknya belum menerima pengajuan izin lingkungan dari Lippo Group. Menurut dia, izin berkaitan lingkungan merupakan salah satu syarat wajib sebuah pembangunan. Izin yang diajukan nantinya akan berhubungan dengan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang akan dikeluarkan.

Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar sebelumnya juga sempat menyinggung perizinan megaproyek ini. Menurut Deddy, Lippo telah melanggar dua hal, yaitu belum tersedianya izin untuk memenuhi persyaratan pembangunan kawasan, dan Lippo secara terang-terangan telah memasarkan ribuan hunian yang masih fiktif karena belum adanya bangunan fisik dan perizinan pembangunan.

Pihak Grup Lippo mengklaim tidak memiliki masalah dalam pengembangan mega proyek Meikarta. Presiden Meikarta, Ketut Budi Wijaya mengatakan, perizinan telah dilakukan secara bertahap.

"Perizinan secara bertahap dilakukan, ini perizinan utama sudah ada. Tadinya perizinan industri sejak 2012 , lalu dikonversi ke perumahan, tinggal pengembangan saja," ujar Ketut Budi Wijaya dalam Grand Launching Meikarta di Lippo Cikarang, Bekasi, Kamis (17/8).

Ketut menjelaskan, pembangunan mega proyek ini berada di atas wilayah milik Grup Lippo yaitu Lippo Cikarang. Meikarta yang dibangun di atas tanah seluas 500 hektare merupakan pengembangan dari wilayah Lippo Cikarang. "Semua yang di-launching adalah lahan yang sudah dikuasai Lippo Cikarang," imbuhnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement