REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Film Nyai Ahmad Dahlan dinilai tak sekadar jadi tontonan, tapi juga tuntunan. Karena itu, para penonton diharapkan bisa menghadirkan hati saat menikmati film yang sarat pesan tersebut.
Ketua Nasyiatul Aisyiyah, Diyah Puspitarini menyampaikan, film Nyai Ahmad Dahlan adalah tuntunan sebagai perempuan yang tidak hanya memikirkan dirinya sendiri. Dalam nuansa kemerdekaan, film ini juga sebagai hadiah perjuangan pahlawan.
''Maka film ini mengingatkan bahwa banyak pahlawan perempuan yang dengan caranya turut memajukan bangsa dan membuktikan kecintaannya kepada negara,'' kata Diyah kepada Republika.co.id, Kamis (24/8).
Adanya film ini, kata Diyah, mengunggah dan mengingatkan kembali bahwa dalam Islam relativitas gender tidak lagi jadi perdebatan. Karena dalam Alquran surat An Nahl ayat 97 jelas Allah akan melihat ketakwaan dan keimanan serta amal hamba-Nya baik laki-laki dan perempuan.
''Atas dasar inilah KH Ahmad Dahlan memberikan semangat kepada Nyai untuk tetap menuntut ilmu dan berdakwah,'' ujar Diyah.
Di balik lelaki atau perempuan hebat, selalu ada pendamping yang hebat pula. Dari pantauan NA, penonton film ini sudah mencapai 10 ribu penonton hingga Kamis (24/8). Kepada mereka yang hendak menonton, Diyah mengajak untuk menikmati film ini dengan saksama dan menghadirkan hati.
''Sebab setiap dialog itu pesan. Pesannya sangat relevan dengan kehidupan saat ini,'' kata Diyah.
Film Nyai Ahmad Dahlan mulai tayang di semua bioskop jaringan 21 Cineplex dari Medan hingga Ambon. Film ini menceritakan kehidupan Siti Walidah, istri dari KH Ahmad Dahlan. Kyai Ahmad Dahlan adalah sosok lelaki yang sangat berfikiran maju dan mendukung istrinya untuk bersama membangun bangsa. Nyai Ahmad Dahlan dengan segala kecerdasannya ikut membesarkan Muhammadiyah mendampingi Kyai Ahmad Dahlan.
Nyai Ahmad Dahlan mempunyai pandangan yang sangat luas. Hal itu diperoleh karena pergaulannya dengan para tokoh, baik tokoh-tokoh Muhammadiyah maupun tokoh pemimpin bangsa lainnya, yang kebanyakan adalah teman seperjuangan suaminya. Mereka antara lain adalah Jenderal Sudirman, Bung Tomo, Bung Karno, Kyai Haji Mas Mansyur, dan lainnya.
Setelah Muhammadiyah berdiri, Nyai Ahmad Dahlan turut merintis kelompok pengajian demi pengajian untuk memberi ilmu agama pada semua wanita-wanita hingga berdiri organisasi Aisyiyah.