Rabu 23 Aug 2017 17:46 WIB

Pemilu 2019 tak Boleh Gunakan Surat Keterangan Selain KTP-El

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andi Nur Aminah
Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang (Pansus RUU) Pemilihan Umum (Pemilu), Lukman Edy
Foto: DPR RI
Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang (Pansus RUU) Pemilihan Umum (Pemilu), Lukman Edy

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR, Lukman Edy, mengatakan pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 harus menggunakan basis data berdasarkan KTP-elektronik (KTP-el). Surat keterangan (suket) sebagai bukti penduduk sebelum pemungutan suara tidak lagi digunakan dalam pemilu mendatang.

Lukman mengatakan, berdasarkan UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016, pada pasal 200 huruf a menjelaskan penggunaan suket hanya diizinkan hingga Desember 2018. "Maka dalam Pemilu 2019 tidak bisa menggunakan surat keterangan lain selain KTP-el," ujar Lukman kepada wartawan di Gedung DPR, Rabu (23/8).

Dengan demikian, dia menegaskan suket hanya bisa digunakan untuk Pilkada Serentak 2018. Karena itu, pihaknya berharap pemerintah mampu menuntaskan proses pengadaan KTP-el hingga akhir 2018.

KTP-el sendiri berfungsi sebagai basis data dalam pemutakhiran data pemilih untuk Pilkada maupun Pemilu. KTP-el juga dijadikan salah satu syarat sebelum pemilih melakukan pemungutan suara di TPS.

Selain membawa formulir C6 (formulir pemberitahuan pemungutan suara) KTP-el harus ditunjukkan kepada petugas di TPS sebagai bukti bahwa yang bersangkutan merupakan penduduk di daerah setempat. Dalam UU Pilkada dijelaskan bahwa penggunaan KTP-el untuk pemungutan suara dapat digantikan dengan suket. Suket adalah bukti bahwa pemilih sudah tercatat sebagai penduduk dan telah melakukan rekam data KTP-el.

Sebelumnya, Lukman mengungkapkan kekhawatiran adanya potensi jutaan calon pemilih baru untuk Pilkada 2018 tidak bisa melakukan rekam data KTP-el. Hal ini disebabkan persoalan teknis dan permasalahan terkait kasus korupsi KTP-el.

"Karena persoalan yang ada di internal (pengadaan) KTP-el itu. Ini terkait dengan saksi kunci yang meninggal dan ada tagihan kepada Indonesia yang tidak mungkin dibayar serta ada persoalan teknis bahwa perekaman data KTP-el itu ada batasnya," ungkap Lukman.

Terkait dengan batas perekaman data KTP-el pada pada perangkat lunak (software), Lukman mengingatkan jika ada kemungkinan jutaan pemilih tidak bisa melakukan rekam data. Kondisi ini, kata dia, menyasar anak-anak muda (pemilih pemula) yang baru berusia 17 tahun pada akhir Agustus.

Menurut Staf Ahli Bidang Pemerintahan Kemendagri, Suhajar Diantoro, hingga saat ini proses rekam data KTP-el sudah mencapai 94,31 persen dari keseluruhan jumlah wajib rekam data. Dengan demikian, ada sekitar 5,8 persen yang belum melakukan rekam data KTP-el.

"Yang sudah melakukan rekam data sejumlah lebih dari 174 ribu, sementara itu masih ada lebih dari 10 juta wajib KTP-el yang belum melakukan rekam data," ungkap Suhajar.

Pihaknya mengakui jika pada Pemilu 2019 hanya dapat menggunakan data KTP-el. Kemendagri menyatakan sanggup menyelesaikan proses pengadaan KTP-el hingga akhir 2018.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement