Senin 14 Aug 2017 19:13 WIB

Anton tak Ketahui Kasus Ketua DPRD Malang

 Walikota Malang Mochamad Anton berjalan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (14/8).
Foto: Republika/Prayogi
Walikota Malang Mochamad Anton berjalan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (14/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wali Kota Malang Moch Anton mengaku tidak tahu menahu dua kasus tindak pidana korupsi yang menjerat Ketua DPRD Kota Malang Moch Arief Wicaksono (MAW). Sebelumnya, KPK telah menetapkan Moch Arief Wicaksono sebagai tersangka tindak pidana korupsi pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015 dan penganggaran kembali pembangunan Jembatan Kedungkandang.

Moch Anton seusai diperiksa sebagai saksi di gedung KPK, Jakarta, Senin (14/8) mengatakan dia dikonfirmasi soal tindak pidana korupsi yang dilakukan Moch Arief Wicaksono tersebut. "Konfirmasi apakah betul melakukan, ya saya bilang tidak tahu," ucap Anton.

Ia pun tidak mau memberikan komentar lebih lanjut terkait materi pemeriksaan dan berapa pertanyaan yang diajukan penyidik. "Tanya ke KPK saja," kata Anton singkat.

Selain itu, saat ditanya soal apakah ada pertemuan Ketua DPRD Moch Arief Wicaksono dengan sejumlah pihak terkait kasus itu, ia tidak mengetahuinya. "Enggak tahu," ucap Anton.

Sebelumnya, KPK menetapkan Ketua DPRD Kota Malang Moch Arief Wicaksono (MAW) sebagai tersangka dalam dua kasus, yaitu terkait pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015 dan penganggaran kembali pembangunan Jembatan Kedungkandang. "Kasus pertama, MAW diduga menerima suap dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB) Jarot Edy Sulistyono (JES) terkait pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015. Diduga MAW menerima uang sejumlah Rp 700 juta," kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat konferensi di gedung KPK, Jakarta, Jumat (11/8).

Sebagai penerima MAW disangkakan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korups jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah. Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal empat tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Sebagai pemberi, JES disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo 64 kuhp jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP. Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

Ancaman hukuman minimal satu tahun penjara dan maksimal lima tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta. Sedangkan pada kasus kedua, MAW diduga menerima suap dari Komisaris PT ENK Hendarwan Maruszaman (HM) terkait penganggaran kembali proyem pembangunan Jembatan Kedungkandang dalam APBD Pemkot Malang Tahun Anggaran 2016 pada tahun 2015.

"Diduga MAW menerima Rp 250 juta dari proyek sebesar Rp98 miliar yang dikerjakan secara 'multiyears' tahun 2016-2018," tutur Febri.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement