REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merekomendasikan 'ganti mesin' pengelolaan dana desa agar lebih sederhana dan tidak tumpang tindih.
"Salah satu rekomendasi saya, kita dalam reformasi birokrasi bukan hanya direformasi, tapi juga harus 'ganti mesin' artinya tumpang tindih kewenangan dibenahi, lebih disederhanakan, sistem yang pengantarannya didorong supaya ada check and balances juga," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Jakarta, Rabu (9/8).
Agus menjawab pertanyaan soal penjabaran UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan peraturan pelaksanannya yang mengatur, bahwa Kementerian Dalam Negeri melakukan pembinaan dan pengawasan Pengelolaan Keuangan Desa. Sedangkan, penyaluran Dana Desa oleh Kementerian Keuangan dan penggunaannya oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Dengan tiga lembaga yang mengurus dana desa tersebut, dana desa pun rawan diselewengkan karena tidak ada pihak yang bertanggung jawab dari hulu ke hilir.
Salah satu buktinya adalah KPK baru melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Pamekasan Ahmad Syafii, Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudy Indra Prasetya, Inspektur Pemerintah kabupaten Pamekasan Sutjipto Utomo, Kepala Desa Dassok Agus Mulyadi dan Kapala Bagian Inspektur kabupaten Pameksan Noer Solehhoddin terkait suap untuk menghentikan penyelidikan penyelewenangan dana desa Dassok senilai Rp100 juta yang sedang ditangani Kejari Pamekasan.
"Sekarang ini kewenangannya juga tidak jelas, ini program (dana desa) tidak ada yang bertanggung jawab. Coba dibenahi lah secara mendasar, kelembagaan dibenahi, tata kelola dibenahi, sistem dibenahi," ucap Agus, menegaskan. Dalam kasus suap Pamekasan, Inspektur Pemerintah Kabupaten Pamekasan bahkan ikut serta dalam pemberian suap tersebut.
"Sekarang sistem pengelolaan internal juga sekarang tidak jalan, KPK tidak pernah loh terima laporan dari inspektorat. Jadi pengawasan internal juga harus didorong, misalkan, di kabupaten (inspektorat) jangan bertanggung jawab ke bupati, kalau di provinsi jangan ke gubernur, kan inspektorat jenderal di Amerika bertanggung jawab langsung ke Presiden kan, jadi hal-hal seperti itu dibenahi secara mendasar," ungkap Agus.
Namun, Agus menolak untuk menyebutkan siapa kementerian yang seharusnya paling bertanggung jawab terhadap dana desa tersebut. "Kalau saya menyebut salah satu, itu akan menimbulkan permusuhan nanti, tapi harus ramping lah nanti biar nanti dikaji oleh Kementerian PAN-RB," tambah Agus.
Menurut Agus, KPK juga menerima banyak pengaduan dugaan penyelewenangan dana desa. "Kalau KPK menangani sesuatu itu kan seperti gunung es saja, kasus itu banyak yang terjadi di banyak daerah, laporan banyak tapi akurasi, kematangan datanya yang belum," ungkap Agus.
Tahun ini dana desa yang dikucurkan adalah sebanyak Rp 60 triliun untuk 74.910 desa. Sebelumnya Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan bahwa desa yang bermasalah dalam penyaluran dana desa kurang dari 500 desa.
"Artinya pengawasan sudah efektif dan tinggal ditingkatkan intensitasnya mulai dari penyaluran, alokasi dan distribusi. Atas OTT KPK soal dana desa, hal ini menunjukkan perlu ditingkatkannya pemahamanan dan koreksi konstruktif semua pihak mengenai arti penting pembinaan dan pengawasan yang berjenjang mengenai pengelolaan dana desa dalam satu kesatuan poros pemerintahan," tutur Tjahjo.