Rabu 09 Aug 2017 06:40 WIB

Rhoma Irama akan Ajukan Uji Materi UU Pemilu ke MK

Rep: Santi Sopia/ Red: Nur Aini
Ketua Umum Partai Islam Damai Aman (Idaman) Rhoma Irama (kanan) memberi salam kepada anggota partai saat Musyawarah Koordinasi Nasional Partai Idaman di Jakarta, Selasa (16/5).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Ketua Umum Partai Islam Damai Aman (Idaman) Rhoma Irama (kanan) memberi salam kepada anggota partai saat Musyawarah Koordinasi Nasional Partai Idaman di Jakarta, Selasa (16/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Islam Damai Aman (Idaman), Rhoma Irama, berencana mendaftarkan uji materi UU Pemilu 2019 ke Mahkamah Konstitusi, Rabu (9/8). Rhoma berencana mendatangi MK sekitar pukul 10.30 WIB.

Pasal yang hendak diuji adalah pasal 173 ayat 1, pasal 173 ayat (3) dan pasal 222 UU Pemilu 2019. "Alasannya adalah kerugian konstitusional dialami partai ketika UU ini berlaku," katanya melalui rilis media.

Partai Idaman meminta agar frasa "telah ditetapkan" pada Pasal Pasal 173 ayat (1) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Partai itu juga meminta MK untuk memutuskan bahwa Pasal 173 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pasal 173 ayat 1 UU Pemilu menyatakan bahwa Partai Politik Peserta Pemilu merupakan partai politik yang lulus verifikasi oleh KPU. Pasal 123 ayat (3) menyatakan partai yang telah lulus verifikasi dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat tidak diverifikasi ulang dan ditetapkan sebagai Partai Politik Peserta Pemilu.

"Ketentuan Pasal 173 ini bersifat diskriminatif dikarenakan Partai Politik yang baru berbadan hukum diwajibkan untuk ikut verifikasi untuk menjadi Peserta Pemiu 2019 sedangkan Partai Politik Peserta Pemilu tahun 2014 tidak diwajbkan ikut verifikasi untuk menjadi peserta Pemilu tahun 2019," ujarnya.

UU Pemilu, Rhoma menyebutkan, terang benderang bersifat diskriminatif. Ketentuan ini, kata dia, nyata-nyata telah melanggar asas hukum yang bersifat universial yakni asas Lex non distinglutur nos non distinguere debermus. Di mana hukum tidak membedakan. "Dan karena itu kita harus tidak membedakan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement