Selasa 08 Aug 2017 18:21 WIB

Soal Kasus Pembakaran Joya, Ini Kata Dedi Mulyadi

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Bilal Ramadhan
Dedi Mulyadi
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Dedi Mulyadi

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, prihatin dengan kasus pembakaran Muhammad Al Zahra (MA) alias Joya, warga Babelan, Kabupaten Bekasi, tertuduh pencuri amplifier mushala. Aksi main hakim sendiri oleh massa ini, membuktikan bahwa masyarakat saat ini sudah hilang rasa kasih sayangnya dan kepeduliannya. Dengan begitu, psikologis masyarakat sudah terganggu.

"Aksi pembakaran terhadap Joya ini, bukti masyarakat kita sudah hilang rasa kasih sayangnya. Yang ada, hanya mengumbar kebencian," ujar Dedi, kepada Republika.co.id, Selasa (8/8).

Menurut dia, krisis psikologis masyarakat ini, semakin menjadi-jadi sejak mudah diaksesnya media sosial. Bahkan, media sosial jadi lahan subur untuk menyebarkan kebencian terhadap siapapun. Maka tak jarang, bila sekarang ini aksi bully makin marak.Begitu pula dengan aksi main hakim sendiri, semakin sering terdengar.

Sebab, masyarakat sangat mudah menyebarkan informasi kebencian melalui media sosial. Parahnya lagi, rasa empati dan simpati masyarakat sudah terdegradasi. Jadi, informasi di media sosial itu seolah-olah benar.

Sehingga, mereka sering beraksi dan main hakim sendiri. Kasus yang menimpa almarhum Joya ini, bukan kali pertama terjadi di Indonesia. Sebelumnya, sering ada kabar melalui media sosial, kalau ada terduga pencuri sepeda motor, penculik anak, atau siapapun yang negatif suka digebukin bareng-bareng. Lalu, meregang nyawa akibat dibakar hidup-hidup.

"Padahal, kalau kita mengedepankan aspek kasih sayang, pencuri sekalipun tak perlu diperlakukan seperti itu. Karena kita manusia," ujarnya.

Kalau memang pelaku itu bersalah, lanjut Dedi, sebaiknya diserahkan pada proses hukum. Jangan main hakim sendiri. Apalagi, kasus Joya ini pada kenyataannya sangat miris. Sebab, Joya yang mempunyai anak usia empat tahun dan isterinya yang mengandung usia tujuh bulan, berdasarkan tetangga dan tokoh masyarakat sekitar, merupakan pribadi yang baik.

Bahkan, Joya sering mengajak anaknya shalat berjamaah di masjid terdekat. Namun, karena informasi yang keliru, Joya harus meregang nyawa akibat dipukuli dan dibakar hidup-hidup. "Ke depan, jangan ada lagi Joya-Joya yang lain. Pemerintah harus tegas dalam mengatur keberadaan media sosial. Aparat juga harus semakin adil dalam menegakan hukum," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement