REPUBLIKA.CO.ID, SOREANG -- Kepala Desa (Kades) di Kabupaten Bandung mengeluhkan peran pendamping desa untuk mengelola dana desa yang terbatas hanya kepada aspek pengawasan. Padahal, di sisi lain para kades berharap agar mereka bisa mendapatkan pendamping alias konsultan perencanaan untuk urusan pembangunan di desa untuk menghindari terjadi tindak pidana korupsi.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Bandung, Hilman Yusuf mengatakan pihaknya membutuhkan pendamping yang bisa memberikan informasi seputar perencanaan pembangunan. Selain itu, pendampingan mengurusi laporan pertanggunjawaban (LPJ) penggunaan anggaran desa.
"Konsultan pembangunan bisa meminimalisir terjadi penyimpangan termasuk tindak pidana korupsi. Kalau pemerintah ingin meminimalisir tindak pidana korupsi, berikan kami konsultan," ujarnya, Senin (7/8).
Menurutnya, selama ini pemerintah desa melakukan pembangunan fisik maupun nonfisik berdasarkan pengetahuan yang ada tanpa didampingi dari konsultan. Katanya, ke depan diharapkan tiap dua desa bisa difasilitasi satu konsultan kontruksi dari pemerintah.
"Tindak pidana korupsi di desa itu terjadi karena ketidaktahuan bukan kesengajaan," ungkapnya. Ia menuturkan, pengetahuan sumber daya manusia di desa pun relatif masih terbatas. Dirinya mengatakan pembangunan di desa sangat mudah diketahui dan diawasi.
Sebab, Hilman menuturkan pemerintah desa bersentuhan langsung dengan masyarakat. Apalagi, setiap desa diwajibkan memajang baliho anggaran di desanya. "Kami yang lebih dekat dengan masyarakat penerima manfaat dari pembangunan itu, masyarakat bisa lihat anggaran desa dari baliho itu," ungkapnya.
Menurutnya, pihaknya tidak ingin melakukan tindak pidana korupsi sehingga masyarakat bisa turut serta melakukan pengawasan. "Kami juga tidak mau melakukan tindak pidana korupsi dan yang terjadi di desa itu kebanyakan karena ketidak tahuan," ungkapnya.