REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa hari ini media sosial ramai membahas tentang rencana pembacaan teks Pancasila di upacara kenegaraan peringatan hari kemerdekaan ke-72 RI. Pembahas menjadi ramai karena yang menjadi pembaca di 17 Agustus 2017 itu Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi KTP elektronik (KTP-el).
Dewan Pakar ICMI Pusat Anton Tabah Digdoyo menilai, jika ketua DPR Setya Novanto itu benar membacakan teks Pancasila sangat menyedihkan dan memprihatinkan bagi kondisi negara.
"Itu berarti pemerintah makin nyata tidak peka dengan etika moral bangsa yang sering ditunjukkan selama ini sungguh di luar akal sehat," katanya, Ahad, (6/8).
Mantan Staf ahli Kapolri ini menuturkan berdasarkan dalil-dalil hukum universal jika seorang telah ditetapkan sebagai tersangka itu telah hilang sebagian dari hak-haknya tidak seperti yang bukan tersangka.
"Bahkan beberapa haknya relah dicabut dan ditambah pengekangan akan haknya seperti pencegahan dan pencekalan dalam berbagai hal dan lain-lain," ujarnya.
Apalagi kata Antom membaca teks Pancasila di upacara kenegaraan di istana acara tahunan sangat penting. Jadi jika Setnov menjadi pembaca teks Pancasila nalar dan akal sehat sebagai bangsa manapun kata Anton, tidak akan bisa menerima.
Anton yang juga pembina HMI itu berharap, semoga pemerintah ini mampu berpikir bersikap dan bertindak deng akal sehat dan hati nurani. Karena negara akan cidera jika membiarkan tersangka pembaca teks ideologi negara pancasila.