REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Pakar pertanian Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Totok Agung Dwi Haryanto mengatakan harga pembelian pemerintah (HPP) seperti yang diterapkan terhadap gabah seharusnya menguntungkan petani. "Akan tetapi hingga saat ini, HPP belum bisa memberi keuntungan yang memuaskan petani," kata Guru Besar Fakultas Pertanian Unsoed itu di Purwokerto, Jawa Tengah, Sabtu (5/8).
Totok mengatakan hal itu dalam Sarehan Alumni Fakultas Pertanian dengan tema "Quo Vadis Arah Kebijakan Pembangunan Pertanian Indonesia: Swasembada Pangan atau Kesejahteraan Petani" yang digelar di Auditorium Faperta Unsoed Purwokerto.
Dia menjelaskan, dalam dokumen rencana strategis Kementerian Pertanian, HPP ditentukan berdasarkan biaya produksi ditambah sedikit untuk memberi keuntungan kepada petani. "Belum memberi keuntungan yang bermanfaat luas bagi petani," katanya.
Ia mengatakan HPP semestinya dihitung berdasarkan biaya produksi dan keuntungan yang layak bagi petani. Dengan demikian, kata dia, petani ketika berbudi daya sudah yakin produknya akan ada yang membeli.
"Ketika mereka melakukan kegiatan budi daya dengan menerapkan teknologi yang dianjurkan oleh pemerintah itu yakin produknya akan ada yang membeli dengan harga yang menguntungkan bagi mereka," katanya.
Karena itu, kata dia, ketika penentuan HPP tersebut sudah dapat dilakukan, pemerintah tidak lagi harus memberikan subsidi untuk pupuk, benih, obat, dan sebagainya. Menurut dia, petani secara otomatis akan mencari dengan sendirinya karena mereka yakin produknya akan bisa dijual dan memberikan keuntungan untuk dirinya sendiri.