REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerakan Muda Partai Golkar (GMPB) meminta Komisi Yudisial mengawasi jalannya proses sidang kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el), dengan tersangka Setya Novanto, agar tidak ada intervensi dari pihak manapun. GMPB berharap Setnov, yang menurut mereka, kerap lolos dari jeratan hukum, tidak menggunakan kekuasaannya sebagai Ketua DPR untuk memengaruhi peradilan kasus tersebut.
Ketua GMPB Ahmad Doli Kurnia memberikan beberapa contoh kasus yang menurutnya membuat publik meragukan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Pertama, hilangnya beberapa nama termasuk Setya Novanto di dalam putusan terpidana Irman dan Sugiharto, yang sebelumnya di dalam dakwaan dan tutuntan JPU KPK selalu disebutkan.
"Kedua, kalahnya KPK pada sidang praperadilan ketika berhadapan dengan nama-nama besar, pejabat, pimpinan lembaga tinggi negara atau pemerintahan dan menjadikan tersangka," ujarnya, Senin (31/7).
Doli menyebutkan, pihaknya juga tidak mau Setya Novanto menggunakan jabatannya untuk memengaruhi peradilan kasus KTP-el. Menurutnya juga, selama ini orang sering menyebutkan, Ketua Umum Partai Golkar tersebut adalah orang yang kuat, sangat licin, dan selalu bebas dari jeratan hukum.
"Sekalipun namanya sering dikaitkan dan diduga terlibat dalam beberapa kasus. Kedektannya selama ini dengan jarinan peradilan diduga selalu membuatnya aman," jelasnya.
Tentu, sambung dia, hal seperti itu semua diharapkan tidak terjadi lagi. Ia menginginkan agar kasus korupsi KTP-el bisa diusut tuntas dan diadili seadil-adilnya tanpa ada intervensi dan pengaruh politik, ekonomi, dan sebagainya.
"Demi tegaknya marwah dan martabat partai politik, lembaga tinggi negara, serta Indonesia yang bersih dan bebas dari korupsi," katanya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka kasus pengadaan (KTP-el) pada Senin (17/7) lalu. KPK telah mengantongi bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan ketua umum Partai Golkar itu sebagai tersangka baru kasus KTP-el.