REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sebanyak 74 orang dari 91 warga negara asing (WNA) pelaku kejahatan siber yang ditangkap di Surabaya, diketahui masuk ke Indonesia secara ilegal tanpa melalui proses keimigrasian.
"Semalam kami sudah memanggil pihak Imigrasi untuk mendata dokumen keimigrasiannya. Hasilnya cuma sekitar 20 persen atau hanya 19 orang dari 91 pelaku WNA ini yang masuk ke Indonesia secara legal. Sisanya melanggar keimigrasian," kata Perwira Satuan Tugas Khusus Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Satgas Khusus Mabes Polri) AKBP Susatyo Purnomo Condro kepada wartawan di Surabaya, Ahad (30/7).
Totalnya, polisi menangkap 93 pelaku kejahatan siber (cyber fraud) usai menggerebek empat rumah di perumahan elit Graha Famili Surabaya pada Sabtu (29/7) malam. Dua dari 93 pelaku tersebut adalah warga Indonesia yang berperan menyediakan sarana dan prasarananya. Selain itu juga terdata seorang pelaku warga Malaysia.
"Terbanyak adalah warga negara Taiwan, yaitu 57 orang, sisanya warga negara Cina," ujar Susatyo.
Semalam seluruh pelaku tersebut diinapkan di rumah Jalan Mutiara Graha Famili 1 Kavling 1 Surabaya, salah satu tempat yang menjadi lokasi operasi kejahatan mereka di Surabaya, sembari didata dokumen keimigrasiannya bagi yang berwarga negara asing.
Susatyo mengatakan terhadap 19 pelaku WNA yang terdata mengantongi dokumen keimigrasian pun juga terbukti menyalahgunakan izin visa karena izin visanya adalah pariwisata.
Selanjutnya, usai semuanya didata dokumen keimigrasiannya, bagi para pelaku WNA pagi ini langsung diterbangkan ke Jakarta melalui Bandara Juanda di Sidoarjo, Jawa Timur, untuk memudahkan polisi dalam mengembangkan penyelidikan.
Susatyo mengatakan polisi akan mendalami keterkaitan sindikat pelaku di Surabaya dengan puluhan pelaku WNA lainnya, yang pada Sabtu malam, juga telah ditangkap secara serentak di Jakarta dan Badung, Provinsi Bali.
"Rencananya nanti mereka kami tempatkan di Rumah Detensi Imigrasi Jakarta," katanya.
Terhadap dua pelaku warga Indonesia, dia menambahkan, penanganannya dilimpahkan ke Polrestabes Surabaya. Informasi sementara yang dihimpun polisi, para pelaku telah beroperasi di empat rumah kawasan Graha Famili Surabaya sejak bulan Februari lalu.
"Selama itu mereka telah menyebabkan kerugian senilai 2,4 triliun. Sementara ini kami dapati seluruh korbannya berasal dari negara Cina. Kami masih dalami apakah ada korban dari negara kita atau negara lainnya," jelasnya.