Jumat 28 Jul 2017 14:47 WIB

Harga Garam Melonjak, Keuntungan Perajin Kulit Garut Menipis

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Produksi garam rakyat (Ilustrasi)
Foto: Antara
Produksi garam rakyat (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Para pengusaha penyamak kulit di Kabupaten Garut ikut terdampak atas kenaikan harga garam selama sebulan belakangan ini. Akibatnya, perajin kulit terpaksa tak bisa mengambil untung banyak atas penjualan kulit karena terpotong ongkos produksi yang semakin meningkat.

Wakil Ketua Bidang Pemerintahan Asosiasi Penyamak Kulit Indonesia (APKI) Kabupaten Garut, Sukandar mengatakan ongkos produksi penyamakan kulit mengalami peningkatan akibat kenaikan harga garam. Alhasil, para pengusaha pun kebingungan dengan kondisi saat ini. Selama menjadi perajin, ia merasa kenaikan harga garam secara drastis baru pertama kali terjadi.

"Saat ongkos produksi naik berefek ke harga kulit. Tapi, konsumen tidak mau dinaikkan harganya. Dampaknya jadi mengurangi keuntungan penyamak. Tahun-tahun lalu, kalau naik juga paling tinggi Rp 1.500. Itu juga tidak lama naiknya. Sekarang sampai Rp 5 ribu juga bikin heran," kata Sukandar di sentra kulit Sukaregang, Jalan Sudirman, Kecamatan Garut Kota, Jumat (28/7).

Tak hanya harganya yang mahal, garam pun berangsur langka di pasaran. Bahkan, ia sampai menelusuri stok garam di sentra-sentra produksinya seperti di Cirebon.

"Harga naik tapi saat konfirmasi barang tak ada. Kalau ada (garamnya) enggak jadi masalah. Penjual di Cirebon tak berani buka harga. Malah balik nanya berani bayar berapa," ucapnya.

Sampai saat ini, dia membeli garam dengan harga Rp 5.000 per kilogram dari sebelumnya hanya sekitar Rp 1.500 saja. Tetapi harga Rp 5.000 itu pun belum termasuk ongkos kirim. "Jika ditambah ongkos kirim, maka harga garam mencapai Rp 5.500 per kilonya," sebutnya.

Ia mengkhawatirkan jika kenaikan harga garam berlanjut maka bisa membuat produksi turun drastis. Implikasinya, para pengusaha termasuk pekerja kulit tentunnya tak memperoleh penghasilan. Ia menyebut setidaknya ada 1.300 pekerja yang menggantungkan nasib di usaha penyamakan kulit.

"Produksi bisa berkurang setengahnya sekarang. Saat ada garam diproses kalau tak ada diam. Harga kulit masih bertahan karena konsumen tidak mau naik harga. Imbasnya akan kemana-mana kalau bahan baku kulit naik. Para perajin kulit juga akan menjerit," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement