REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir melihat ada potensi besar penyebaran paham anti Pancasila, UUD 1945 dan NKRI di perguruan tinggi.
"Kita tak memungkiri perguruan tinggi kan kumpulan anak muda, ada potensi besar," katanya di Jakarta, Selasa (25/7).
Menristekdikti menilai, potensi besar tersebut juga dapat dilihat dari perkembangan media sosial. Ia mengatakan akan memanggil para rektor untuk menekankan paham anti Pancasila, UUD 1945 dan NKRI tak boleh berkembang di lingkungan perguruan tinggi.
Nasir meminta rektor melakukan upaya persuasif pada mahasiswa. Tujuannya menjaga mahasiswa dari paham-paham radikal dan intoleransi. Kalau masalah mahasiswa lebih mudah daripada dosen dan pegawai.
"Kalau dosen kan sudah terikat UUD 1945, mahasiswa pendekatannya ke personalnya," jelasnya.
Sehingga, ia menegaskan, rektor dan dekan perguruan tinggi bertanggung jawab terhadap hal-hal yang terjadi pada mahasiswa. Ia membantah upaya penegasan nilai Pancasila, UUD 1945 dan NKRI ada pascaterbitnya Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubaran UU Ormas.
"Kami sudah lama ingin melakukan, menertibkan kembali PNS dan P3K, khususunya dosen." ujar Nasir.
Menristekdikti mengatakan, apabila pendekatan persuasif tidak berhasil, maka ia mempersilahkan dosen PNS atau P3K keluar dari jabatan pemerintah.
Ia mengatakan, Kemristekdikti selalu berkoordinasi dengan Kemenkopolhukam atas pelanggaran konsensus negara kebangsaan.