Kamis 20 Jul 2017 20:30 WIB

23 Anak di Sukabumi Jadi Korban Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual terhadap anak (ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Kekerasan seksual terhadap anak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, mencatat 23 anak menjadi korban kekerasan seksual terhitung sejak Januari hingga pertengahan Juli 2017.

"Untuk jumlah kasusnya sebanyak 20 kasus. Sementara pada 2016 lalu (Januari hingga Desember) kasus kekerasan seksual mencapai 29 kasus dengan 51 korban," kata Ketua P2TP2A Kabupaten Sukabumi Elis Nurbaeti di Sukabumi, Kamis (20/7).

Menurutnya, kasus kekerasan seksual kepada anak di bawah umur pada 2017 ada tren peningkatan, bahkan dikhawatirkan jumlahnya akan terus bertambah hingga akhir tahun.

Lebih parah, pelaku kasus kekerasan seksual adalah orang terdekat korban mulai dari rekan sebaya, tetangga, bahkan ada juga yang dilakukan tenaga pendidik dan orang tuanya sendiri.

Elis menilai kasus tersebut sudah sangat memprihatinkan apalagi setiap tahunnya selalu ada peningkatan jumlah kasus.

Ada beberapa faktor yang disebutnya menjadi penyebab utama yakni kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi seperti telepon seluler atau handphone.

Kemajuan teknologi tersebut tidak hanya berdampak positif kepada masyarakat khususnya anak-anak, tetapi juga berimbas negatif. Karena dengan semakin mudahnya mengakses informasi melalui internet siapapun akan mudah mencari apa yang diinginkannya seperti film, foto atau berita tidak senonoh atau pornografi.

"Sehingga dengan majunya teknologi siapapun rentan terpengaruh hal-hal negatif khususnya anak-anak yang mudah penasaran dengan konten negatif di media sosial," tambahnya.

Elis mengimbau kepada orang tua agar pengawasannya saat ini tidak hanya kepada teman dan tempat bermain anak tetapi juga mengawasi teknologi yang digunakannya.

Lanjut dia, telepon pintar atau smartphone yang saat ini bukan lagi menjadi barang mewah dan hampir warga menggunakannya, alangkah baiknya tidak diberikan dahulu kepada anak di bawah umur untuk mencegah membuka konten negatif salah satunya pornografi.

"Kami pun sudah memiliki banyak progam hingga tingkat desa yang bertujuan untuk menekan kasus kekerasan seksual, seperti memberikan pemahaman tentang pencegahan maupun antisipasinya," katanya. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement