Kamis 20 Jul 2017 13:21 WIB

'Kasus Novel tak Terungkap, Pantaskah Polisi Bentuk Densus Tipikor?'

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Teguh Firmansyah
Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tepat 100 hari penyidik KPK, Novel Baswedan diserang secara brutal hingga terbaring, tetapi pelakunya belum juga ditemukan. Mantan Ketua KPK, Bambang Wijayanto, mempertanyakan apakah pantas Polri membentuk Densus Tipikor, sementara kasus Novel saja tidak pernah jelas

"Hari ini, tepat 100 hari Novel diserang secara brutal untuk 'dilumpuhkan' agar tidak dapat lagi bertugas maksimal di KPK. Yang juga sangat penting dipertanyakan, di 100 hari brutalitas penyerangan Novel, pantaskah kita bicara soal ide Densus Tipikor kendati tidak sanggup mengungkap penyerangan sistematik yang begitu terencana atas Novel?" tanya Bambang.

Selain itu, ia mempertanyakan kompetensi, indepedensi, dan integritas Densus Tipikor di hadapan kekuasaan dalam pemberantasan korupsi yang sebagian besarnya justru dilakukan penguasa.  Bambang menegaskan, KPK dan Pengadilan Tipikor hadir dari tuntutan rakyat atas kekuasaan eksekutif yang penuh KKN di era Order Baru dengan dasar TAP MPR.

"Jika ada muncul ide lain seperti Densus Tipikor, maka perlu diperhatikan integritasnya dan perlu dikaji secara mendalam dasar sosiologis dan politisnya," jelas Bambang saat dihubungi, Republika.co.id, Kamis (20/7) pagi.

"Kasus Novel sebagai salah satu ikon pemberantasan korupsi, ini saja tidak jelas hasil penanganannya. Lalu pantaskah, kita diskusi soal Densus Tipikor?" kata dia sembari memaparkan alasan-alasan tidak akan efektifnya Densus Tipikor ini.

Menurutnya, progres untuk memastikan keberhasilan dalam membongkar kasus brutalitas penyerangan atas Novel, tidak menunjukan hasil yang signifikan apalagi memuaskan.

Banyak kalangan sudah menyimpulkan dengan pertanyaan, apakah masih percaya kasus Novel dapat dibongkar? "Ada banyak janji untuk segera mengungkap tapi tidak dipenuhi dan bersifat spekulatif," papar Bambang. Keanehan juga terjadi, ketika pembentukan Tim Pencari Fakta Independen tidak disetujui sebagai alternatif solusi, dan terkesan malah 'digembosi'.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement