Kamis 20 Jul 2017 05:21 WIB

Natsir dan Kenangan Pasca-Masyumi Dibubarkan

Presiden Sukarno menghadiri konvensi Partai Masyumi.
Presiden Sukarno menghadiri konvensi Partai Masyumi.

Oleh: Lukman Hakiem*

Mohammat Natsir dilahirkan di Alahan Panjang,  Sumatera Barat, pada 17 Juli 1908. Ia wafat di Jakarta pada 6 Februari 1993.

Mengenai pemikiran dan jejak perjuangannya,  sudah banyak ditulis oleh pakar dalam maupun luar negeri. Saya mengenal nama Natsir dari ayah saya,  M. Mursjid Nawawi (1930-1989), seorang aktifis Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) Kabupaten Bekasi.

Dalam oborolan santai dengan ibunda Siti Wardah Fudholi (1935-2011), atau dalam obrolan dengan para koleganya --yang kadang saya curi dengar--ayah saya menyebut nama Natsir dan tokoh-tokoh seperti Prawoto Mangkusasmito, Hamka,  dan Sjafruddin Prawiranegara dengan nada penuh hormat.

Pada suatu hari besar Islam di Masjid Al-Muttaqin, Buni Asih,  Cikarang, panitia mengundang Hamka sebagai penceramah. Saya ingat peristiwa di permulaan tahun 1960-an itu,  karena sebelum ke tempat acara, Hamka lebih dulu singgah di kediaman kakek saya,  KH M. Fudholi.

Saya tidak tahu apa alasannya,  dalam pertemuan di rumah kakek,  ayah mengajak saya. Saya yang masih ingusan dan belum mengerti apa-apa cuma ingat kakek saya dengan Hamka ngobrol dalam bahasa Arab.

Dan sesudah rezim Sukarno tumbang, para tahanan politik dibebaskan oleh penguasa baru,  Jenderal Soeharto. Menandai pembebasan itu,  diadakan tasyakkur di Masjid Agung Al-Azhar,  Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Jika tidak salah ingat,  tasyakkur di Al-Azhar itu dilaksanakan pada 1966.,Para pendukung Partai Masyumi berbondong-bondong ke Masjid Al-Azhar, termasuk ayah dan kawan-kawannya dari Cikarang.

Lagi-lagi saya tidak tahu alasan ayah  mengajak saya yang masih bocah menghadiri tasyakkur. Padahal di atas saya ada dua kakak yang tentu sudah lebih mengerti masalah, ketimbang saya. Walaupun yang akan berangkat hanya saya dan ayah,  sehari sebelum berangkat, ibu sibuk mempersiapkan bekal. Beliau membikin lontong isi dalam jumlah yang cukup banyak.

"Sekalian untuk rombongan," kata ibu. Suasana malam itu mengingatkan saya pada kesibukan menjelang lebaran. Ayah dan ibu,  menyiapkan bekal dengan riang gembira seraya terus bercerita tentang kehebatan Pak Natsir dan Masyumi.

Dengan truk yang ditutupi terpal,  rombongan dari Cikarang berangkat ke Al-Azhar. Di Masjid Agung itu,  jamaah melimpah ruah. Rombongan kami tidak bisa lagi masuk ke dalam masjid. Kami menyimak acara di tangga masjid. Saya tidak ingat,  lebih tepatnya tidak mengerti, apa yang dipidatokan oleh tokoh-tokoh itu.

Yang pasti,  tasyakkur di Al-Azhar makin mematrikan nama Natsir dan Masyumi dalam ingatan saya.

Sesudah tasyakkur di Al-Azhar, ada lagi tasyakkur di Masjid Agung Karawang. Lagi-lagi ayah mengajak saya hadir di acara tersebut. Jika tidak salah ingat,  pada tasyakkur di Karawang itu hadir antara lain Mochtar Lubis dan Buya Hamka. Acara ditutup dengan bersalam-salaman, dan saya berhasil menyalami Buya Hamka!

"Prestasi" itu kelak ditambah oleh keberhasilan saya menyalami Natsir.  Kisahnya, pada suatu hari Pak Hasjim Ahmad yang rumahnya dekat dengan rumah orang tua saya,  menikahkan putrinya. Beberapa hari menjelang acara, beredar kabar bahwa Pak Natsir akan hadir pada acara tersebut untuk memberi nasihat perkawinan.  Masyarakat percaya,  karena Hasjim Ahmad adalah tokoh Masyumi yang pada pemilihan umum 1955 terpilih menjadi anggota, dan kemudian menjadi Ketua DPRD Kabupaten Bekasi.

Mendengar kabar Pak Natsir mau datang,  saya menyiapkan diri.  Nah, pada hari "H", dengan membolos dari sekolah, saya mengendap-endap ke rumah Pak Hasjim Ahmad. Ketika sebuah mobil berhenti, dan dari pengeras suara terdengar ucapan "Selamat datang Pak Natsir," saya segera menerobos ke depan untuk menyongsong kedatangan Pak Natsir.

Alhamdulillah, "perjuangan" saya tidak sia-sia. Saya berhasil mencium tangan Pak Natsir!

Kisah "heroik" itu saya ceritakan kepada ayah dan ibu.  Keduanya tertawa seraya menggeleng-gelengkan kepala.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement