REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pengamat dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Karolus Kopong Medan menilai Setya Novanto yang sudah ditetapkan tersangka oleh KPK dalam dugaan kasus korupsi KTP-E, sebaiknya segera mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua DPR.
"Dengan adanya penetapan status Novanto sebagai tersangka dugaan kasus korupsi KTP-E, maka dari segi etika moral politik Novanto sebaiknya mengundurkan diri dari jabatan Ketua DPR RI," katanya saat ditemui di Kupang, Rabu (19/7).
Menurutnya, etika moral politik seperti itu (mengundurkan diri) sesungguhnya sudah secara gamblang dituangkan dalam Ketetapan MPR nomor VI/MPR/2001. Hanya sayangnya, kata Kapong, para pejabat publik di Indonesia ini sudah mulai rapuh dengan "budaya malu".
"Orang yang sudah cacat moralnya dan diberhentikan dari jabatan publik karena terlibat kasus-kasus hukum tertentu, tapi kemudian dengan tanpa rasa malu sedikitpun dipilih kembali menjabat jabatan publik, hanya dengan dalih kasusnya belum terbukti di pengadilan," ujarnya.
Menurut dosen hukum di Undana ini, dinamika yang seperti itu akan sangat membingungkan masyarakat di Indonesia. Hal inilah yang menurutnya membedakan para pejabat publik Indonesia dengan pejabat publik di Jepang. Kopong melanjutkan di Jepang, bagi pejabat publik yang baru disorot publik karena ada indikasi negatif dalam sikap tindak dan kebijakannya, saja sudah siap mengundurkan diri. Jadi tidak perlu menunggu proses hukum untuk membuktikan kebenaran kasus yang ditudukan kepadanya di pengadilan.
"Hal seperti ini harusnya menjadi contoh bagi para pejabat di negara kita ini jika memang sudah ada dugaan korupsi. Apalagi sudah ditetapkan sebagai tersangka," tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (e-KTP) tahun 2011-2012 pada Kemendagri. Sebelumnya KPK menetapkan Ketua DPR yang adalah kader Partai Golkar, Setya Novanto, sebagai tersangka kasus pidana korupsi KTP elektronika.
"KPK menetapkan saudara SN anggota DPR periode 2009-2014 sebagai tersangka," kata Ketua KPK, Agus Rahardjo, di Gedung KPK, Jakarta.
Karena diduga dengan melakukan tindak pidana korupsi dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan menyalahgunakan kewenangan sarana dalam jabatannya sehingga diduga merugikan negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan, lanjut dia.
Agus Rahardjo di gedung KPK Jakarta, Senin (17/7,) mengatakan Novanto yang saat penganggaran dan pelaksanaan KTP-E itu berlangsung menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar, berperan melalui seorang pengusaha bernama Andi Agustinus alias Andi Narogong.
"Saudara SN melalui AA (Andi Agustinus) diduga memiliki peran baik dalam proses perencanaan dan pembahasan anggaran di DPR dan proses pengadaan barang dan jasa e-KTP. SN melalui AA diduga telah mengondisikan peserta dan pemenang pengadaan barang dan jasa e-KTP," tambah Agus.