Selasa 18 Jul 2017 19:22 WIB

Bullying Siswa di Thamrin City tak Ada Kaitan dengan MPLS

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bayu Hermawan
Rekaman yang disensor memperlihatkan siswa SMP yang melakukan aksi bully terhadap siswa lainnya di pusat perbelanjaan di Tanah Abang, Jakarta Pusat yang menjadi viral di media sosial.
Foto: Youtube
Rekaman yang disensor memperlihatkan siswa SMP yang melakukan aksi bully terhadap siswa lainnya di pusat perbelanjaan di Tanah Abang, Jakarta Pusat yang menjadi viral di media sosial.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy memastikan kronologi terjadinya tindakan perisakan (bullying) yang terjadi di Thamrin City ketika mengunjungi sekolah pelaku.

"Pak Menteri itu menanyakan tetang kronologinya kenapa bisa terjadi yang seperti ini. Setelah diceritakan, beliau 'Oh, jadi tidak ada konteks dengan MPLS dan permasalahan di lingkup sekolah'," ungkap Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Sopan Adrianto di SMPN 273 Jakarta, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (18/7).

Sopan menjelaskan, kejadian perundungan tersebut memang tak ada kaitan sama sekali dengan masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS). Menurutnya, kejadian itu murni karena berawal dari para pelaku dan korban yang saling ledek.

"Ini tidak ada kaitan dengan MPLS. Ini benar-benar murni karena sebenarnya berawal dari ledek-ledekan di dalam HP itu. Pelaku baru lima hari naik menjadi murid SMP. Jadi, ini lebih cenderung karena memang sering ledek-ledekan makanya kejadianlah gesekan seperti itu," jelasnya.

Sementara, Kepala Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Pusat Sujadiyono menjelaskan, saat berbincang dengannya, Mendikbud berencana akan mengajukan KIP untuk para pelaku yang dikembalikan ke orang tuanya. Menurut Sujadiyono, KIP merupakan pemberian dari kementerian.

"Tadi Pak Menteri saat bincang-bincang mengatakan kita akan ajukan menggunakan KIP karena memang tidak boleh double kan kalau KJP dapet tidak boleh KIP. Nanti akan kita arahkan untuk ke KIP. Itu kan dari kementerian, bukan dari pemda ya. Kalau KJP kan dari pemda," jelasnya.

Sujadiyono juga mengatakan, kesembilan pelaku yang dikembalikan ke orang tuanya akan dibantu untuk mencari jalan keluar apabila sekolah swasta membebani ekonomi keluarga mereka. Pihaknya akan mengkaji masalah tersebut sehingga anak-anak itu tetap bisa mendapatkan pendidikan.

"Ketentuannya tidak (sekolah di sekolah negeri). Tapi, nanti akan dikaji kalau kemudian dampaknya ternyata dia harus ke swasta, dan gara-gara ke swasta itu ada biaya yang membuat mereka tidak sekolah, tentu akan jadi pertimbangan sendiri bagi Dinas Pendidikan," tutur Sujadiyono.

Prinsipnya, lanjut dia, anak-anak tersebut harus dipastikan untuk tetap sekolah. Jadi, hak untuk mendapatkan sekolah atau pendidikan tetap dijadikan nomor satu. Sujadiyono menjelaskan, tidak ada istilah dikembalikan ke orang tua tanpa ada solusi bagi mereka.

"Jadi, tidak ada istilah dikembalikan ke orang tua terus tidak ada solusinya. Tidak. Dikawal itu anak-anak. Dibantu," ungkapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement