REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah resmi menetapkan Ketua DPR RI Setya Novanto (Setnov) menjadi tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el). Setnov diduga telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun dari proyek Rp 5,9 triliun.
Ketua KPK Agus Raharjo memastikan KPK sudah mengantongi dua alat bukti. Ia menjelaskan peran dari Setnov menjadi salah satu iniisiator dalam proses perencanaan dan pembahasan anggaran di DPR dan proses pengadaan barang dan jasa KTP-el.
Tak hanya itu, Setnov juga diduga mengatur para peserta lelang mega proyek di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama Andi Agustinus alias Andi Narogong (AA). Setnov diduga ikut berperan dalam mengatur dan memilih perusahaan yang menjadi peserta serta pemenang proyek KTP-el.
"SN melalui AA diduga telah mengondisikan peserta dan pemenang pengadaan barang dan jasa e-KTP," ujar Agus di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (17/7).
Terkait materi pemeriksaan yang menyebabkan penetapan Setnov menjadi tersangka, Ketua KPK Agus Raharjo menegaskan akan menyampaikannya dalam fakta persidangan.
"Banyak terkait materi pemeriksaan dan materi ini sebaiknya tidak disampaikan di sini nanti akan kita gelar di pengadilan supaya pengadilannya berjalan, kita akan buka bukti-buktinya di pengadilan," tegasnya.
Menurut Agus, KPK tidak akan serampangan menetapkan seseorang menjadi tersangka. "Pasti punya dua alat bukti yang kuat, biar proses berikutnua diikuti saja di pengadilan," ucapnya.
Agus menambahkan banyak hal yang menarik di dalam BAP Setnov selama pemeriksaan penyidik. "Mengenai ada yang menarik BAP, ya itu nanti, sekali lagi adu bukti di pengadilan karena dari sisi yang terjadi saat ini ada yang kita tersangkakan karena kesaksian palsu dan dalam sidang kami akan buka rekaman kalau diminta pengadilan," jelasnya.
Ia melanjutkan, untuk proses berikutnya KPK menyerahkan ke pengadilan Tipikor. KPK, sambung dia, akan membawa alat-alat bukti yang diperlukan.
"Dalam proses itu untuk meyakinkan majelis hakim dan masyarakat untuk meyakinkan bahwa kami berjalan ditrack yang betul itu saja," ujarnya.
Sebelum menetapkan Setnov sebagai tersangka, penyidik KPK memeriksa Setnov pada Jumat (14/7). Setnov disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.