Senin 17 Jul 2017 19:30 WIB

Pengamat: Blokir Medsos Indonesia Seperti Korea Utara

Hendri Satrio
Hendri Satrio

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai, upaya pemblokiran media sosial, seperti Telegram, oleh Pemerintah seperti meminta rakyat Indonesia berperilaku layaknya masyarakat Korea Utara.

"Pemerintah harus menemukan cara baru dalam mencegah radikalisme, cara yang lebih canggih daripada sekadar membubarkan, memblokir, apalagi meminta rakyat Indonesia berperilaku seperti rakyat Korea Utara," kata Hendri Satrio di Jakarta, Senin (17/7).

Menurutnya, tindakan tersebut adalah hal termudah dibandingkan dengan upaya pencegahan yang lebih sistematis. "Menutup atau memblokir adalah tindakan termudah dalam mencegah dan sifatnya hanya sementara," ujarnya.

Hendri juga menjelaskan bahwa mencegah penyebaran radikalisme adalah kewajiban pemerintah, tetapi pemblokiran Telegram dan direncanakan juga media sosial lainnya adalah tindakan yang terburu-buru yang menggambarkan lemahnya fungsi serta perencanaan negara terhadap pencegahan radikalisme.

Pemerintah Indonesia terhitung mulai Jumat (14/7) resmi memblokir layanan percakapan instan Telegram dengan alasan Telegram "dapat membahayakan keamanan negara karena tidak menyediakan SOP dalam penanganan kasus terorisme".

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) pada hari Jumat (14/7/2017) telah meminta Internet Service Provider (ISP) untuk melakukan pemutusan akses (pemblokiran) terhadap sebelas domain name system (DNS) milik Telegram.

"Pemblokiran ini harus dilakukan karena banyak sekali kanal yang ada di layanan tersebut bermuatan propaganda radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom, cara melakukan penyerangan, disturbing images, dan lain-lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia," demikian siaran pers Kementerian Kominfo, Jumat (14/7).

Pavel Durov, CEO Telegram, melalui cuitan di Twitter mengungkapkan keheranannya mengapa layanan mereka diblokir di Indonesia.

"Aneh, kami tidak pernah mendapatkan permintaan atau protes dari pemerintah Indonesia. Kami akan selidiki dan membuat pengumuman," kata @durov membalas cuitan seorang warga net.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement