Rabu 12 Jul 2017 15:13 WIB

Terdakwa KTP-El Minta tidak Dibebani Uang Pengganti

Dua terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi KTP-elektronik,  mantan dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman dan mantan direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Dukcapil Sugiharto menyampaikan nota pembelaannya (pledoi) pada Rabu (12/7) hari ini di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Foto: Republika/Dian Fath Risalah
Dua terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi KTP-elektronik, mantan dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman dan mantan direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Dukcapil Sugiharto menyampaikan nota pembelaannya (pledoi) pada Rabu (12/7) hari ini di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman, terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan KTP Elektronik berharap tidak dibebani uang pengganti sejumlah 273.700 dolar AS, Rp 2,248 miliar, dan 6.000 dolar Singapura.

"Uang yang saya terima adalah pertama berasal dari Andi Agustinus sejumlah 300 ribu dolar AS dan uang tersebut telah saya setorkan ke rekening penampungan KPK pada 4 Februari 2017," kata Irman dalam sidang pembacaan nota pembelaan (pledoi) di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (12/7).

Yang kedua, dia mengatakan, dari Sugiharto sebesar 200 ribu dolar AS untuk keperluan penalangan pembayaran tim supervisi e-KTP yang dikelola Suciati. Dari seluruh uang itu sejumlah Rp 50 juta terpakai untuk pribadi, dan sudah disetor ke KPK pada 14 Desember 2016.

"Jumlah uang yang saya setorkan sudah sesuai dengan petunjuk dan pemeriksaan penyidik KPK dan dikonfirmasi ke saksi-saksi, kiranya yang mulia dapat membebaskan saya dari kewajiban membayar uang pengganti," kata dia.

Dalam perkara ini terdakwa I yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman dituntut tujuh tahun penjara dan pidana denda sejumlah Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sejumlah 273.700 dolar AS, Rp 2,248 miliar, serta 6.000 dollar Singapura subsider dua tahun penjara.

Terdakwa II, mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto dituntut lima tahun penjara ditambah denda sebesar Rp400 juta subsider enam bulan serta kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp500 juta subsider satu tahun penjara.

Padahal, dalam tuntutan jaksa, Irman tidak hanya menerima 500 ribu dolar AS seperti yang ia sebutkan. Dalam surat tuntutan disebutkan uang yang diterima Irman adalah sebagai berikut:

1. Uang yang diterima dari Andi Agustinus alias Andi Narogong 300 ribu dolar AS

2. Uang yang diterima dari terdakwa II, Sugiharto sejumlah Rp 1 miliar yang ditukar menjadi 100 ribu dolar Singapura oleh bawahan Irman, Yosep Sumartono.

3. Uang yang diterima dari Sugiharto sejumlah 200 ribu dolar AS untuk biaya operasional

4. Uang sejumlah Rp 1,298 miliar dari uang Irman yang dikelola oleh stafnya, Suciati, sejumlah Rp 1,371 miliar setelah dikurangi dengan uang yang diserahkan kepada Sekjen Kemendagri saat itu Diah Anggraini sejumlah Rp 22,5 juta dan Mendagri saat itu Gamawan Fauzi sejumlah Rp 50 juta

5. Uang sejumlah 73.700 dolar AS dan 6.000 dolar Singapura yang dikelola Suciati.

Terkait dengan uang yang dikelola Suciati walaupun tidak sepenuhnya dinikmati untuk kepentingan Irman tapi penggunaan uang tersebut dilakukan berdasarkan otorisasi serta untuk kepentingan Irman di antaranya memberi uang tips dan //lounge// di Bandara Minangkabau Padang, transfer untuk Gita (Ibu Dirjen) serta pengeluaran lain yang tidak sesuai dengan peruntukannya sehingga tetap menjadi tanggung jawab Irman.

"Jaksa menyebutkan ada uang yang diterima dari Sugiharto sebesar Rp 1 miliar yang ditukar dalam satuan dolar Singapura sejumlah 100 ribu dolar Singapura oleh Yosep Sumartono. Dalam hal ini saya jelaskan demi Allah saya tidak pernah menerima uang tersebut dari Sugiharto secara langsung maupun Yosep. Dalam BAP dan persidangan, Sugiharto tidak pernah memberikan keterangan bahwa ia memberikan uang Rp 1 miliar tersebut ke saya. Setelah saya konfirmasi lagi ke Pak Sugiharto, dengan tegas ia mengatakan ke saya tidak pernah menyerahkan uang Rp1 miliar itu ke saya baik langsung maupun melalui Yosep Sumartono," kata Irman menjelaskan.

Sementara uang pada poin ke-4, Irman menerangkan, uang itu sebenarnya bagian dari uang 200 ribu dolar AS yang ia terima dari Sugiharto. Uang dari Sugiharto secara bertahap ditukarkan dari dolar AS menjadi rupiah oleh Suciati.

Begitu pula dengan uang pada poin ke-5 merupakan bagian uang 200 ribu dolar AS yang diterima Irman dari Sugiharto. "Sesuai keterangan Sugiharto dalam persidangan bahwa ia menyerahkan ke saya sejumlah 200 ribu dolar AS untuk keperluan tim supervisi e-KTP," kata Irman.

Dari keseluruhan uang yang dikelola Suciati, Rp 50 juta di antaranya terpakai untuk keperluan Irman dan ia mengaku sudah mengembalikan uang itu ke rekening penampungan KPK pada 14 Desember 2016.

"Saya sudah mencurahkan semua pikiran tenaga dan waktu diiringi doa siang dan malam untuk menyukseskan program e-KTP. Selama persidangan saya juga memberikan keterangan dan penjelasan jujur dan terbuka sesuai dengan apa yang saya lakukan, ketahui, dengar dan saya lihat. Dengan kerendahan hati saya mohon ke yang mulia kiranya dapat memberikan hukuman yang seringan-ringannya kepada saya," kata Irman.

Jaksa menilai Irman dan Sugiharto terbukti bersalah berdasarkan dakwaan kedua dari pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yaitu menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp 2,3 triliun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement