Kamis 06 Jul 2017 14:46 WIB

Tokoh Pariwisata Diajak Kembangkan Kawasan Bali Utara

Sekelompok wisatawan memotret lumba-lumba di perarian Pantai Lovina, Singaraja, Bali, Jumat (3/5). Fenomena munculnya lumba-lumba di perairan Bali utara itu dimanfaatkan nelayan setempat untuk mengembangkan bisnis wisata memantau mamalia laut tersebut deng
Foto: Antara
Sekelompok wisatawan memotret lumba-lumba di perarian Pantai Lovina, Singaraja, Bali, Jumat (3/5). Fenomena munculnya lumba-lumba di perairan Bali utara itu dimanfaatkan nelayan setempat untuk mengembangkan bisnis wisata memantau mamalia laut tersebut deng

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR - Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta mengajak tokoh-tokoh pariwisata di daerah itu untuk mengembangkan kawasan Bali bagian utara, sebagai salah satu upaya memperkecil ketimpangan pembangunan maupun kesejahteraan masyarakat.

"Jika ini dibiarkan terus, maka akan terus terjadi ketimpangan dan kemiskinan meningkat. Jadi, ayo bantu pemerintah untuk ikut mengembangkan Buleleng," kata Sudikerta saat menggelar pertemuan dengan sejumlah tokoh-tokoh pariwisata, di Denpasar, Kamis.

Menurut dia, masih banyak potensi di Kabupaten Buleleng (Bali utara) yang bisa dikembangkan untuk kepentingan pariwisata. Kalau pengembangan sekarang yang baru tertuju pada wisata marina, khususnya lumba-lumba, itupun dinilai kurang optimal. "Di sana masih diperlukan wisata alternatif seperti wisata olahraga hingga wisata spiritual. Lama-lama wisatawan akan bosan juga kalau kepariwisataannya tidak dikembangkan," ujarnya.

Apalagi, ucap dia, di Kabupaten Buleleng juga ada tanah milik Pemprov Bali seluas 600 hektare. Dia mengusulkan agar tokoh pariwisata dan para pengusaha asal Bali dapat membentuk konsorsium untuk mengelola tanah tersebut menjadi kawasan wisata terpadu, seperti halnya di ITDC Nusa Dua, Kabupaten Badung.

Sudikerta berpandangan bahwa di tengah tantangan pariwisata internasional maupun daerah-daerah tetangga Bali yang terus berbenah, maka Bali juga harus segera mencari solusi terhadap sejumlah persoalan kepariwisataan yang dihadapi. "Jika tidak, maka Bali akan tergerus. Sekarang saja lama tinggal (length of stay) wisatawan sudah berkurang menjadi hanya rata-rata tiga hari, karena dua hari dimanfaatkan wisatawan untuk berlibur ke daerah tetangga Bali yang menawarkan harga lebih murah dengan kualitas yang bagus," ucapnya.

Persoalan lain, tingkat hunian hotel sekarang rata-rata hanya 50 persen, sedangkan penambahan kamar hotel terus terjadi. Akibatnya telah terjadi persaingan yang tidak sehat dan banting harga kamar. "Fasilitas penunjang destinasi wisata saya pikir juga harus terus ditingkatkan dan juga kualitas SDM pariwisatanya. Jangan sampai kita hanya memikirkan pendapatan yang masuk, namun tidak menjaga kebersihannya," ujar Sudikerta.

Sementara itu, praktisi pariwisata Gusti Kade Sutawa mengatakan perang tarif saat ini memang tidak bisa dihindari karena jumlah hotel di Bali sudah terlalu banyak. Untuk dibuatkan standar harga juga akan sulit karena hotel harus tetap bertahan di tengah tingkat hunian yang masih rendah.

Kade Sutawa mengharapkan agar pemerintah dapat menyosialisasikan masterplan pembangunan Bali secara lebih luas, sehingga masyarakat dapat ikut menyumbang pemikiran. Dia juga menyoroti persoalan sampah yang memerlukan penanganan lebih serius.

Sedangkan Panudiana Kuhn, tokoh pariwisata lainnya sependapat kalau para tokoh dan pengusaha Bali bersatu untuk mengembangkan kawasan Bali utara. Menurut dia, Bali memang membutuhkan destinasi wisata baru atau wisata alternatif agar terus diminati wisatawan. "Keberadaan desa wisata selama ini sebenarnya sudah bagus, hanya masih kurang promosi," ucapnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement