Rabu 05 Jul 2017 18:13 WIB

Politikus PDI Perjuangan Klaim Pernah Kritik Proyek KTP-El

Anggota Komisi II DPR Arif Wibowo berada di ruamg tunggu sebelum menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/7).
Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak
Anggota Komisi II DPR Arif Wibowo berada di ruamg tunggu sebelum menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Arif Wibowo mengaku sempat mengkritisi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-El) yang berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) secara nasional.

KPK pada Rabu (5/7) memeriksa Arif Wibowo sebagai saksi untuk tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong dalam penyidikan kasus pengadaan paket KTP-e tersebut.

"Ya kan 2009 pemilunya kacau. NIK-nya harus beres. NIK beres itu syarat KTP-e harus bisa jalan. Ya sepanjang NIK-nya tidak beres ya tidak bisa," kata Arif sesuai diperiksa KPK di gedung KPK, Jakarta, Rabu.

Arif mengaku saat itu tidak ikut dalam rapat soal proses pembahasan anggaran pengadaan KTP-e. "Ya tidak tahu, saya tidak ikut bahas. Saya tidak paham anggaran, rapat-rapat kan banyak cek saja siapa yang hadir, siapa yang vokal, cek saja. Yang pasti fraksi kami fraksi yang kritis saat itu," kata Arif.

Ia juga mengaku tidak mengenal Andi Narogong saat proses pembahasan anggaran KTP-e itu. "Kenal Andi atau tidak? Pernah ketemu atau tidak? Atau pernah ikut rapat bersama atau tidak, ya saya jawab tidak pernah. Itu kan tahun 2010 saya masih jadi anggota baru. Tahu bentuk orangnya saja tidak tahu apalagi ketemu. Semua sudah saya jelaskan intinya menyangkut Andi Agustinus," tuturnya.

Soal aliran dana, Arif juga menyatakan tidak pernah menerima atau ditawarkan uang dalam proyek tersebut. "Ditanya ada dana atau tidak. Ya, saya jawab tidak pernah," ucap Arif.

Dalam dakwaan, disebut Arif Wibowo yang saat itu juga sebagai anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI Perjuangan menerima 108 ribu dolar AS terkait proyek Rp 5,95 triliun itu. Terdakwa dalam kasus itu adalah mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto.

Irman sudah dituntut tujuh tahun penjara, sedangkan Sugiharto dituntut lima tahun penjara.

KPK juga telah menetapkan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, mantan Anggota Komisi II DPR RI 2009-2014 Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani, dan anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golangan Karya Markus Nari sebagai tersangka dalam perkara tersebut.

Andi disangkakan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Sementara Miryam S Haryani disangkakan melanggar pasal 22 juncto pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Markus Nari disangkakan melanggar pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement