Rabu 05 Jul 2017 16:03 WIB

KPK Periksa Gubernur Sultra Sebagai Tersangka

Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam (kiri).
Foto: Antara/ Jojon
Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Rabu (5/7) memeriksa Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam sebagai tersangka. Ia diperiksa dalam penyidikan kasus dugaan korupsi penyalahgunaan kewenangan dalam persetujuan dan penerbitan izin usaha pertambangan di Sultra 2008-2014. "Jadi kami akan ada pemeriksaan dan kami akan lihat dulu pemeriksaannya seperti apa," kata Ahmad Rifai, kuasa hukum Nur Alam di gedung KPK, Jakarta, Rabu.

Nur Alam sudah tiba di gedung KPK, namun tidak memberikan komentar terkait pemeriksaannya kali ini. KPK belum menahan Nur Alam walaupun telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Agustus 2016. "Ini bukan masalah ditahan tetapi kami akan berikan keterangan sebagaimana penggilan oleh teman-teman penyidik KPK ini. Ini kan semuanya menggunakan asas praduga tak bersalah," kata Rifai.

Sebelumnya, Nur Alam juga pernah mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, Hakim Tunggal I Wayan Karya menolak seluruh permohonan praperadilan Nur Alam yang dibacakan pada 12 Oktober 2016.

Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK berdasarkan surat perintah penyidikan KPK pada 15 Agustus 2016 karena diduga melakukan perbutan melawan hukum dengan mengeluarkan Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan Eksplorasi, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Ekslorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) 2013, Nur Alam diduga menerima aliran dana sebesar 4,5 juta dolar AS atau setara dengan Rp 50 miliar dari Richcorp Internasional yang dikirim ke bank di Hong Kong dan sebagian di antaranya ditempatkan pada tiga polis AXA Mandiri. Richcorp, melalui PT Realluck International Ltd (saham Richcop 50 persen), merupakan pembeli tambang dari PT Billy Indonesia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement