Rabu 05 Jul 2017 13:55 WIB

Masyarakat Merauke Ingin Segera Garap Kebun Masyarakat

Kebun sawit.
Foto: korindo
Kebun sawit.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat pemilik ulayat yang berada di Kabupaten Merauke mengaku tak sabar untuk dapat segera kelola lahan kebun sawit masyarakat miliknya. Pengelolaan kebun masyarakat ini diharapkan akan mampu meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat setempat.

Ketua Adat ulayat yang juga merupakan Tuan Dusun di Kampung Kindiki Distrik Muting Kabupaten Merauke Hendrikus Mahuze menyambut baik rencana kebun sawit masyarakat ini. Ia juga berharap pola kerjasama antara pemilik ulayat dengan pihak perusahaan sawit yang berada di Merauke ini dapat segera dilaksanakan.

“Dengan berkurangnya aktivitas perusahaan saat ini karena penghentian sementara perluasan lahan akibat kampanye negatif LSM asing, menyebabkan turunnya juga pendapatan masyarakat,” ujar Hendrik, melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id.

Untuk itu, menurutnya, banyak masyarakat dan termasuk juga karyawan mengharapkan moratorium dapat segera dicabut agar masyarakat bisa bekerja normal. Menurutnya, dengan dibukanya lahan kebun sawit masyarakat ini nantinya akan membuka lapangan pekerjaan yang lebih luas dan mampu menambah penghasilan masyarakat.  

Sebelumnya, salah satu perusahaan sawit di Merauke mengungkapkan komitmennya untuk berikan 20 persen dari lahan Hak Guna Usaha Sawit miliknya di Papua yang selanjutnya kebun sawit masyarakat ini  akan dikelola sepenuhnya oleh para pemilik ulayat. Dalam hal pembagian yang proporsional, baik itu kepada anggota marga maupun sub marga nantinya akan diserahkan sepenuhnya kepada ketua marga yang memiliki kewenangan penuh.  

Peneliti sosial dan budaya dari pusat kajian biodiversitas dan rehabilitasi hutan tropis (BIOREF) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Syueb Abuhanifah mengatakan jika perusahaan berhasil menerapkan di Papua, itu akan menjadi sebuah model baru dan pertama kali di Indonesia yang menerapkan kebun masyarakat di lahan ulayat.

“Model ini berbeda dengan sistem plasma pada umumnya karena karakteristik kemilikan lahan di Papua. Kepemilikan lahan itu adalah lahan ulayat, jadi berbeda dengan lahan perkebunan Kelapa sawit pada umumnya,” ujar Syueb.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement