Ahad 02 Jul 2017 21:01 WIB

Tiwul, Makanan Istimewa Saat Lebaran di Gunung Kidul

Red: Nur Aini
Tiwul, makanan khas Gunung Kidul, Yogyakarta
Foto: Tokopedia
Tiwul, makanan khas Gunung Kidul, Yogyakarta

REPUBLIKA.CO.ID,GUNUNG KIDUL -- Warga Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang ada di pelosok desa menjadikan makanan khas tiwul sebagai sajian utama saat Lebaran.

Tiwul adalah makanan tradisional dari Gunung Kidul yang terbuat dari olahan singkong. Makanan ini sangat unik, selain rasanya yang sangat khas, Tiwul ini juga bisa dijadikan sebagai makanan pengganti nasi. Makanan ini sudah terkenal sejak zaman dahulu dan menjadi salah satu warisan kuliner bagi masyarakat di Gunung Kidul.

"Tiwul menjadi sajian utama saat berkunjung dari rumah ke rumah di desa-desa," kata warga Gunung Kidul, Ristu di Gunung Kidul, Ahad (2/7).

Ia mengatakan warga menyajikan berbagai olahan tiwul, yakni tiwul ireng, tiwul cokelat, dan sego uleng. Lauk pendamping yang paling enak, yakni wader goreng, pecel, dan gudeg. Saat makan, tidak menggunakan piring, melainkan daun jati dan daun pisang. Hal ini menambah nikmatnya makan tiwul.

"Kalau makan tiwul tidak ada wader goreng, pecel, dan gudeg tidak lengkap. Rasa tiwul akan terasa lebih nikmat ketika menggunakan daun jati dan daun pisang. Rasanya ingin nambah dan nambah," kata dia.

Tiwul termasuk makanan yang sangat bersejarah karena sudah ada sejak zaman dahulu. Menurut sejarahnya, pada zaman penjajahan dulu makanan ini dijadikan makanan pokok bagi masyarakat dan dimakan bersama lauk pauk serta sayuran. Setelah jaman penjajahan, makanan ini masih tetap berfungsi sebagai makanan pokok apabila stok beras habis sebelum masa panen.

Warga Gunung Kidul lainnya, Martiyem mengatakan tiwul merupakan makanan pokok utama warga. Sebagai daerah gersang, hanya dapat panen palawija, seperti jagung dan ketela. Masyarakat di Gunung Kidul membuat gaplek dari ketela tersebut untuk menjadi makanan utama. Gaplek dapat disimpan dalam waktu lama. Selain itu, dapat diolah sedikit demi sedikit sesuai kebutuhan sehari-hari.

Saat itu, masyarakat Gunung Kidul juga menjadikan jagung sebagai makanan pokok, setelah ketela. "Dulu tidak mampu beli beras, kami hanya bisa masak tiwul. Ternyata, tiwul menjadi obat rindu pulang dari merantu," kata Martiyem.

Saat ini, makanan tiwul menjadi makanan yang mewah, selain harganya mahal, juga banyak diburu wisatawan. Masyarakat juga beralih mengkonsumsi beras untuk makanan utama. Pada saat Lebaran, tiwul menjadi suguhan yang mewah di setiap rumah, khususnya di wilayah pelosok.

"Saat pulang kampung, makan tiwul menjadi obat penghilang lelah dan mengobati rindu, serta menjadi penyemangat menjadi lebih baik," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement