Rabu 21 Jun 2017 13:58 WIB

DPR: TGPF Kasus Novel Tamparan untuk Polri

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bilal Ramadhan
Anggota Komisi III DPR dari fraksi PPP, Asrul Sani.
Foto: Antara/Resno Esnir
Anggota Komisi III DPR dari fraksi PPP, Asrul Sani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menilai pembentukan tim gabungan pencari fakta (TGPF) terkait kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan yang diinisiasi Komnas HAM dan sejumlah LSM merupakan kritikan terhadap kerja Polri. Hal ini karena Polri dianggap tidak /becus/ dalam mengusut kasus tersebut secara tuntas hingga hari ini.

"Usulan pembentukan tim tersebut sebenarnya merupakan tamparan untuk Polri. Artinya kerja-kerja penyidikannya tidak dipercaya banyak pihak dalam kasus Novel ini," kata Arsul kepada wartawan pada Rabu (21/6).

Menurutnya, sejumlah pihak tersebut tentu membandingkan kerja Polri di kasus Novel dengan kasus lainnya, yang sudah nampak perbedaan besar. Dimana Arsul menilai di beberapa kasus, Polri begitu gesit dan cepat mampu menyungkap kejahatan umum seperti perampokan dan pembunuhan.

Namun tidak halnya dalam kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut. "Tentu pihak-pihak ini membandingkannya dengan kecepatan Polri membongkar kasus-kasus sulit lainnya dalam tempo yang cepat," ujar Arsul.

Namun Sekretaris Jenderal PPP tersebut menilai, meski TGPF untuk kasus Novel tersebut telah dibentuk namun keberadaan tim tersebut tidak memiliki legitimasi hukum. Menurut Arsul, kedudukan hukum tim tersebut bukan sebagai penyidik independen yang berdiri sendiri dan janya semacam tim asistensi untuk penyidik Polri.

"Bukan penyidik independen yang berdiri sendiri, karena untuk pidana umum KUHAP hanya mengenal penyidik Polri dan PPNS, nggak dikenal penyidik adhoc yang dibentuk semacam tim itu," ungkapnya.

Karenanya, tim itu pun bersifat memberi masukan dan sekadar menyampaikan jika ada temuan yang didapatnya kepada tim penyidik Polri. "Sampaikan temuannya untuk difollow up oleh penyidik. Tapi tidak menjadi penyidik baru," katanya.

Diketahui, Komnas HAM membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) untuk kasus penyerangan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Tim TGPF dibentuk sebagai upaya agar kasus penyerangan terhadap Novel menjadi terang, karena telah dua bulan lebih, pelaku penyerangan belum juga terungkap.

"Tetapi sampai hari ternyata tidak kunjung tuntas berarti ini bukan kasus biasa tapi kasus luar biasa," kata Ketua Komnas HAM Maneger Nasution, yang juga menjabat sebagai Ketua Tim TGPF di Jakarta, Selasa (20/6).

Komnas HAM juga menggandeng tiga figur dalam TGPF ini, di antaranya Bambang Widodo Umar (Pengamat Kepolisian, Guru Besar FISIP UI), Bambang Widjojanto (Mantan Pimpinan KPK) dan Busyro Muqoddas (Ketua Bidang Hukum PP Muhammadiyah).

Selain itu, melibatkan sejumlah organisasi maupun masyarakat sipil yang konsen terhadap pemberantasan korupsi, seperti ICW, YLBHI, Kontras, LBH, Pemuda Muhammadiyah dan Madrasah Anti Korupsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement