Senin 19 Jun 2017 20:40 WIB

Alasan KPK tak Serahkan Miryam ke Pansus Angket

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ratna Puspita
 Tersangka pemberi keterangan palsu dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012, Miryam S Haryani.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Tersangka pemberi keterangan palsu dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012, Miryam S Haryani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menuturkan KPK tidak bisa menghadirkan tersangka pemberian keterangan palsu dalam sidang kasus KTP-el, Miryam S Haryani, ke rapat panitia khusus (pansus) angket KPK di DPR, Senin (19/6).

Alasannya, Miryam masih dalam proses penahanan di KPK dan sedang dalam proses hukum penyidikan. "Dan, (perkaranya) segera dilimpahkan ke pengadilan," kata Febri di kantor KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (19/6).

Febri menjelaskan, ada klausul yang sangat tegas dalam UU 30/2002 tentang KPK yang perlu dipatuhi. Klausul tersebut terkait KPK sebagai lembaga independen. Dia mengatakan kekuasaan manapun tidak bisa memengaruhi penanganan perkara di KPK.

"Kalau lihat proses penanganan (perkara), itu bagian dari kewenangan konstitusi yang diatur yaitu terkait badan peradilan," ujar Febri.

Lagi pula, Febri memaparkan, dalam surat yang KPK terima dari DPR tidak tercantum adanya keputusan DPR tentang pembentukan pansus angket. Surat tersebut hanya menyampaikan soal permintaan untuk menghadirkan Miryam ke rapat pansus angket.

"Jadi, kami belum cukup jelas terkait dengan pansus angket itu," ujar dia.

Berdasarkan UU MD3 dan tatib DPR RI, Febri menambahkan, Pansus Hak Angket dibentuk melalui keputusan DPR, lalu disampaikan dalam bentuk Berita Negara ke Presiden RI.

Hingga saat ini, KPK belum menerima keputusan DPR terkait pembentukan pansus angket yang disampaikan melalui Berita Negara. "Jadi, kami sampaikan soal itu (tidak adanya keputusan DPR dalam Berita Negara) di surat yang hari ini kita antar ke DPR," kata dia.

Febri menegaskan KPK tetap menghormati kewenangan konstitusional DPR untuk melakukan pengawasan. Namun, KPK dan DPR juga berkewajiban untuk mematuhi aturan hukum yang berlaku, yakni UU 30/2002 tentang KPK, dan UU MD3.

"Jangan sampai proses hukum yang sedang berjalan di proses peradilan pidana dan segera dilimpahkan, ditarik ke ranah proses politik," tutur dia. (Umar

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement