REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengingatkan batas kedaluwarsa kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan ini 15 tahun. Sebab, kasus teror terhadap Novel termasuk penganiayaan berat.
"Dalam hukum itu ada namanya kadaluarsa. Misalnya, tindak pidana yang paling berat, pembunuhan, itu ada kadaluarsanya sampai 18 tahun. Setelah 18 tahun tidak bisa di diusut," kata dia saat di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW) di Kalibata, Jakarta Selatan, Ahad (11/6).
Sementara untuk perkara yang dialami Novel, lanjut Fickar, adalah penganiayaan berat karena mengakibatkan cacat. Ini sesuai dengan pasal 351 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman hukumannya yaitu pidana penjara paling lama lima tahun.
Menurut Fickar, kepolisian pun tidak ada alasan untuk menunda-nunda penyelesaian kasus teror Novel. Sebab, batas kedaluwarsa untuk perkara penganiayaan berat yang dialami Novel itu 15 tahun. Artinya, hingga 15 tahun ke depan, kasus teror Novel itu tetap harus diusut tuntas.
"Penganiayaan berat yang mengakibatkan luka dan sebagainya, itu kedaluwarsanya lama, 15 tahun kalau enggak salah, jadi enggak ada alasan (polisi) menganggap itu kasus lama," ujar dia.
Fickar juga menilai lambatnya pengusutan kasus Novel ini belum bisa dilihat sebagai tanda adanya konflik kepentingan di tubuh kepolisian. Sebab, pelakunya masih belum diketahui. Namun, kalau pelakunya jelas berasal dari kalangan kepolisian, maka indikasi konflik kepentingan itu memang ada.
"Kita belum lihat, kecuali kalau sudah jelas pelakunya polisi juga. Kalau pelakunya polisi juga, mungkin juga ada konflik kepentingan itu. Tapi, sebetulnya enggak kan, karena banyak juga polisi yang diadili kan," tutur dia.