REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak punya kewajiban memenuhi panggilan Pansus Hak Angket KPK bentukan DPR.
"Kalau yang batal demi hukum memanggil orang lain, sebenarnya orang lain tak perlu mematuhi. Termasuk juga dalam konteks kelembagaan," kata dia beberapa waktu lalu.
Ia menjelaskan, dalam buku administrasi dijelaskan, suatu kelompok yang cacat hukum maka tidak sah. Karena, ujungnya kelompok itu dianggagap batal demi hukum."Ini koor panitia hak angket KPK, batal demi hukum," jelasnya.
DPR dianggap mengabaikan Pasal 199 ayat 3 UU MD3 untuk membentuk pansus hak angket KPK. Regulasi itu menjelaskan, hak angket harus diputus dengan cara menghadirkan 50 anggota DPR. Sebanyak 50 persen plus satu dari jumlah itu menyetujui pembentukan pansus hak angket.
"Ketentuan Pasal 199 ayat 3 jelas menyebutkan bahwa harus voting, tiba-tiba tak ada voting. Jadi cacat prosedur itu yang harus dipegang KPK," tutur Feri.
Dia meyakini, KPK sepenuhnya paham dengan konsep tersebut. Sebab, KPK adalah lembaga hukum yang harus patuh dengan undang-undang.