Ahad 21 May 2017 08:07 WIB

Nasyiatul Aisyiyah Gulirkan Kampanye Nasional Hapus Kekerasan

Ketua Umum PP Nasyiah, Diyah Puspitarini.
Foto: dok nasyiah
Ketua Umum PP Nasyiah, Diyah Puspitarini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memperingati milad ke-88 dan Hari Kebangkitan Nasional,  Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah ( PP Nasyiah) menggelar kampanye nasional bertajuk #NasyiahHapusKekerasan terhadap Perempuan dan Anak.

Ketua Umum PP Nasyiah, Diyah Puspitarini menegaskan, kekerasan terhadap perempuan dalam bentuk apapun merupakan kemunkaran yang jauh dari ajaran Islam. 

"Dari Catatan Tahunan yang dirilis Komnas Perempuan tahun 2016, angka kekerasan terhadap perempuan masih tinggi, yaitu 16.217 kasus. Dari angka tersebut, kekerasan fisik menempati urutan tertinggi, disusul kekerasan seksual menempati urutan kedua, yaitu sebanyak 6.499 kasus," ujar  Diyah dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Ahad (21/5).

Tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, menurut Diyah, dibuktikan dengan hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHN) yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik pada 30 Maret 2017 yang lalu.Berdasarkan data BPS itu, terdapat 1-3 perempuan berusia antara 15-64 tahun mengalami kekerasan fisik/seksual. Sekitar 1 dari 10 perempuan mengalaminya dalam 12 bulan terakhir.

"Memprihatinkan pula angka kekerasan yang dialami anak, tiap tahun mencapai 2.500 kasus, artinya setiap hari hampir 10 kasus. Dari kasus tersebut 50 persen adalah kekerasan seksual," ungkap Diyah.

Diyah menegaskan, setiap korban kekerasan berhak memperoleh keadilan, kebenaran, dan pemulihan. Namun, kata dia, hingga saat ini jalan mencari keadilan bagi perempuan dan anak korban kekerasan terutama kekerasan seksual banyak menghadapi hambatan dalam sistem hukum. Ia menuturkan, banyak kasus yang tidak dilaporkan karena takut atau malu, juga terkadang mengalami revictimisasi dalam proses mencari keadilan.

"Salah satunya kasus Ibu Baiq Nuril, mantan guru SMAN 7 Mataram yang justru dijadikan tersangka melanggar UU ITE saat proses perjuangannya melawan pelecehan seksual yang dialaminya," kata Diyah.

Selain itu, ungkap dia, banyak kasus yang berhenti di kepolisian karena dianggap tidak dapat memenuhi syarat bukti yang tertera dalam KUHAP. "Juga putusan yang kadang tidak adil bagi korban juga karena substansi hukum yang belum berpihak pada situasi perempuan dan anak korban kekerasan," cetusnya.

Dalam kampanye nasional #NasyiahHapusKekerasan, Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah mendesak jaminan keberpihakan yang adil aparat penegak hukum terhadap perempuan anak korban kekerasan sehingga tidak mengalami revictimisasi maupun kriminalisasi.

"Mendesak pemerintah menyediakan sarana dan prasarana penunjang serta memutus hambatan perempuan dan anak korban kekerasan dalam mengakses keadilan, kebenaran, dan pemulihan di berbagai level, terutama hingga dapat diakses oleh korban di akar rumput," tegas dia.

PP Nasyiah juga mendesak pemerintah dan DPR segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, terutama segera dikeluarkannya Surat Presiden agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual segera dapat dibahas.

"Segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak bukan ajaran Islam, oleh karena itu Nasyiatul Aisyiyah mengajak seluruh elemen masyarakat untuk memulai budaya anti-kekerasan terhadap perempuan dan anak dari lingkungan terdekat," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement