REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Jumlah WNI yang bekerja di Taiwan sebanyak lebih 250 ribu orang. Angka tersebut merupakan yang terbesar bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya pengirim tenaga kerja ke Taiwan.
Namun, menurut ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Ni’am Sholeh, upaya perlindungan anak TKI di Taiwan termasuk yang paling baik. Hal ini disampaikannya kala berkunjung ke negara tersebut dalam agenda pengawasan akan pemenuhan hak-hak dasar anak.
KPAI juga mengapresiasi langkah-langkah kantor perwakilan RI di Taipei, sehubungan dengan upaya menjamin pemenuhan hak dasar anak Indonesia di Taiwan. Misalnya, program pendidikan Paket A, Paket B, dan Paket C untuk memenuhi hak pendidikan mereka.
“Penyeleggaraan Kejar Paket A dan B ini adalah langkah nyata dalam penjaminan hak pendidikan. Ini yang pertama dan bisa jadi model,” kata Asrorun Ni’am, seperti dikutip dari keterangan tertulis yang diterima Republika, Ahad (21/5). Selain bidang pendidikan, hak lainnya juga terkait orang tua mereka.
Sejumlah TKI atau TKW Indonesia diketahui pernah ditahan otoritas Taiwan lantaran kasus aborsi. Menurut Asrorun, hal itu mengindikasikan perlunya edukasi kepada seluruh tenaga kerja Indonesia di Taiwan. “Untuk itu, perlu edukasi kepada WNI khususnya TKI/TKW akan pentingnya tanggung jawab perlindungan anak, termasuk hubungan seks yang legal dan aman,” tegasnya.
Dalam kesempatan ini, ketua Kantor Dagang dan Ekononi Indonesia (KDEI) Robert James Bintaryo menerima rombongan KPAI di Taipei, Sabtu (20/5) lalu. Pihak KDEI diketahui memfasilitasi pelaksanaan pernikahan bagi WNI dan pencatatan administrasinya.
“Kebetulan, tadi ada dua WNI buruh migran melangsungkan pernikahan di kantor perwakilan RI,” kata Asrorun. Bersamaan dengan pelaksanaan akad nikah itu, pada hari yang sama juga diselenggarakan ujian Paket A dan Paket B bagi WNI. Pesertanya adalah buruh migran dan anak-anak WNI setingkat SD dan SMP.