Jumat 19 May 2017 13:25 WIB

DPR Diminta Hentikan Upayanya Melemahkan KPK

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Indira Rezkisari
Tersangka pemberi keterangan palsu dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012, Miryam S Haryani, tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/5).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Tersangka pemberi keterangan palsu dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012, Miryam S Haryani, tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Indonesia Arif Susanto meminta DPR mengurungkan niat untuk menuntut KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam Haryani dalam kasus korupsi KTP-El. Tak hanya itu, Arif juga meminta DPR menghentikan upaya-upaya yang dirasa akan melemahkan KPK.

"DPR bukan saja harus mengurungkan niat pembentukan pansus angket (untuk menuntut KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam). DPR juga harus menghentikan pelemahan terstruktur terhadap KPK," kata Arif saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (19/5).

Arif menilai, hak angket DPR untuk menuntut KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam Haryani merupakan suatu 'abuse of power'. Selain merupakan bentuk intervensi terhadap penegakan hukum, angket tersebut juga mengekspresikan penyalahgunaan kekuasaan untuk melindungi kepentingan para politikus korup.

Arif melanjutkan, sejak 2012 DPR dalam periode berbeda terus-menerus mengupayakan pelemahan KPK. Salah satunya melalui revisi UU KPK, yang substansinya justru berpeluang melemahkan otoritas KPK.

"Terakhir, sejak Februari DPR mensosialisasikan mendesaknya revisi UU KPK, nyaris tanpa empati terhadap teror yang menimpa penyidik KPK Novel Baswedan. DPR bertubi-tubi memukul KPK lewat kewenangan legislasi tersebut," ucap Arif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement