Kamis 02 Sep 2021 16:25 WIB

Mahkamah Agung Tolak Peninjauan Kembali Fredrich Yunadi

Putusan kasasi MA telah menghukum Fredrich Yunadi penjara selama 7,5 tahun.

Terpidana kasus perintangan penyidikan kasus korupsi KTP elektronik Fredrich Yunadi
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Terpidana kasus perintangan penyidikan kasus korupsi KTP elektronik Fredrich Yunadi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) menolak Peninjauan Kembali (PK) yang dimohonkan pengacara Fredrich Yunadi dalam perkara menghalang-halangi pemeriksaan mantan ketua DPR Setya Novanto dalam kasus korupsi KTP-elektronik. "Amar putusan: Tolak," demikian termuat dalam laman MA yang dilihat di Jakarta pada Kamis (2/9).

Putusan PK tersebut diambil oleh majelis hakim PK, yaitu Eddy Army, Ansori dan Suhadi dan diputus pada 1 September 2021. Permohonan PK dengan nomor register 294 PK/Pid.Sus/2021 tersebut diajukan oleh Rudy Marjono selaku kuasa pemohon untuk Frederich Yunadi pada 18 Juni 2021.

Baca Juga

Sebelumnya berdasarkan putusan kasasi MA pada 23 Maret 2019, MA memperberat hukuman advokat Fredrich Yunadi menjadi penjara selama 7,5 tahun ditambah denda Rp500 juta subsider 8 bulan kurungan. Sementara dalam putusan banding yang diambil majelis banding di Pengadilan Tinggi Jakarta pada 9 Oktober 2018, Fredrich Yunadi tetap divonis 7 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 5 bulan.

Putusan banding itu menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama majelis pengadilan Tipikor Jakarta pada 28 Juni 2018 yang memvonis Fredrich selama 7 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan. Namun, vonis itu lebih rendah dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang menuntut agar Fredrich divonis 12 tahun penjara ditambah denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan.

Sebagai pengacara Setya Novanto, Fredrich terbukti memberikan saran agar Setya Novanto tidak perlu datang memenuhi panggilan penyidik KPK dengan alasan untuk proses pemanggilan terhadap anggota DPR harus ada izin dari presiden serta agar Setya Novanto melakukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement