REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung M Prasetyo menegaskan proses hukum terhadap Buni Yani tidak akan dihentikan. Prasetyo mengatakan, tersangka kasus dugaan penghasutan SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) Buni Yani akan segera menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung.
"Tidak-tidak. Kenapa dihentikan? Berkas kan sudah diterima. Tidak ada dihentikan," ujar Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (12/5).
Menurutnya, vonis terhadap Basuki Tjahaja Purnama dengan hukuman dua tahun penjara dalam kasus penodaan agama tidak ada kaitannya dengan kasus Buni Yani. Sehingga ia menegaskan, anggapan-anggapan pembebasan kepada Buni Yani karena Ahok divonis salah adalah keliru.
Prasetyo menjelaskan, penanganan kasus Buni Yani dan kasus Ahok tentu saja berbeda. Masing-masing kata dia, memiliki tindak pidana sendiri yang harus dipertanggungjawabkan di depan hukum.
"Jadi tidak ada istilah setelah Ahok dinyatakan bersalah Buni Yani tidak. Masing-masing punya tanggungjawab pidana sendiri sesuai pidana yang dilakukan," tegasnya.
Buni Yani dijerat Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45 ayat (2) UU nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. Buni Yani menjadi tersangka karena dianggap telah menghasut, menyebarkan luaskan terkait SARA dengan mengunggah video rekaman pidato Ahok di Kepulauan Pramuka, Pulau Seribu melalui media sosial.
Menurut Prasetyo perbuatan Buni Yani ini merupakan kasus tersendiri. Jika pun dari perbuatannya kata dia, ada peristiwa lain itu hanyalah serangkaiannya saja .
"Dia lakukan perbuatan itu sendiri, kalau ada akibat lain itu adalah rangkaiannya nantinya," ujarnya.
Buni Yani rencananya akan di sidangkan di Pengadilan Negeri Bandung. Namun Prasetyo tidak mengungkapkan kapan tepatnya rencana sidang tersebut akan digelar.
"Kita sudah terima tahap kedua pelimpahannya. Kita sudah minta MA untuk penyidangan dilaksanakan di PN Bandung karena kita melihat di Bandung lebih baik (keamanannya)," jelas Presetyo.