Kamis 11 May 2017 15:51 WIB

ICW Sebut Kenaikan Sumbangan Kampanye Perbesar Potensi Korupsi

Rep: dian erika N/ Red: Joko Sadewo
Ilustrasi kegiatan kampanye
Foto: Partai Golkar
Ilustrasi kegiatan kampanye

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Almas Sjafrina, menilai usulan kenaikan jumlah batasan sumbangan dana kampanye tidak tepat. Usulan dari Pansus RUU Pemilu ini justru berpotensi adanya korupsi pascapemilu.

Usulan kenaikan ini disampaikan oleh Ketua Pansus RUU Pemilu, Lukman Edy. Ia mengusulkan batasan dana kampanye naik sebesar 100 persen atau dua kali lipat dibanding batasan yang berlaku sebelumnya.

"Sumbangan yang dibatasi adalah sumbangan perseorangan dan sumbangan kelompok/perusahaan. Pada Pilpres 2014 lalu, batasan sumbangan perseorangan maksimal Rp 1 miliar dan sumbangan dari kelompok/perusahaan maksimal sebesar Rp 5 miliar," ujar Almas kepada wartawan di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan.

Dengan adanya usulan kenaikan, besaran batasan sumbangan perseorangan untuk Pilpres akan naik menjadi Rp 2 miliar dan sumbangan kelompok/perusahaan dibatasi maksimal Rp 10 miliar. Sementara itu, untuk pemilihan legislatif (Pileg), batasan dana sumbangan perorangan naik dari Rp 1 miliar menjadi Rp 2 miliar. Batasan sumbangan kelompok/perusahaan dalam Pileg akan naik dari Rp 7,5 miliar menjadi Rp 15 miliar.

Almas melanjutkan, menurut Pansus, dasar usulan tersebut adalah kebutuhan faktual untuk menjawab tidak jujurnya pelaporan dana kampanye. "ICW sepakat bahwa ada pelaporan yang fiktif, penerimaan dan pengeluaran dana kampanye pun tidak tercatat dengan baik. Ini terlihat dari pelaporan dana kampanye dalam Pileg, Pilpres maupun Pilkada," tutur dia.

Namun, pihaknya tetap menegaskan solusi berupa kenaikan batasan dana kampanye tidak tepat. Persoalan tidak jujurnya pelaporan dana kampanye ini juga disebabkan keengganan donatur untuk menyumbang secara terbuka.

Selain itu, opsi menaikkan batasan juga berisiko membuat kandidat pemilu semakin bergantung dengan pendonor besar. Secara jangka panjang, kondisi ini akan berdampak kepada korupsi pascapemilu, atau prapemilu.

Almas menjelaskan, batasan sumbangan yang tinggi akan membuat biaya pemenangan semakin meningkat. Kandidat atau partai politik akan lebih terbebani ketika berangkat dengan didukung dana kampanye tinggi.

"Mereka punya pekerjaan rumah yang berat untuk mengembalikan atau ketika mereka berkuasa. Sebab, tidak mungkin orang menyumbang Rp 15 miliar  tanpa dia mengharapkan satu keuntungan, baik itu sebelum atau sesudah pemilu. Tentu ini tidak sehat untuk konteks kepemiluan," tambah dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement