Selasa 02 May 2017 16:45 WIB

Polisi Dituntut Terbuka Terkait Penyelidikan Kasus Novel

Rep: Alfan Tiara Hilmi/ Red: Andi Nur Aminah
Penyidik KPK Novel Baswedan menjalani perawatan usai kena siraman air keras (ilustrasi)
Foto: AP
Penyidik KPK Novel Baswedan menjalani perawatan usai kena siraman air keras (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian tidak kunjung mengungkapkan pelaku di balik kasus penyiraman terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. Hal ini menimbulkan reaksi dari berbagai pihak, salah satunya dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Lembaga negara tersebut mengimbau kepolisian untuk bersikap terbuka kepada publik terkait perkembangan penyelidikan yang sebenarnya terjadi.

“Sebaiknya kepolisian sampaikan saja kepada publik terkait perkembangan penyidikan. Ada apa di balik penyelidikan ini, ” kata Nur Kholis, Komisioner Subkomisi Mediasi Komnas HAM kepada Republika.co.id, Selasa (2/5).

Menurut Nur Kholis, keterbukaan dari pihak kepolisian penting untuk diwujudkan. Hal ini untuk mencegah munculnya asumsi-asumsi yang merugikan citra kepolisian sebagai lembaga negara.

“Kami tidak tahu kendala teknis apa yang dialami kepolisian, sehingga sampai saat ini belum terungkap juga. Daripada menimbulkan asumsi yang negatif kepada pihak kepolisian, lebih baik polisi terbuka saja,” kata Nur Kholis. 

Menurut Nur Kholis, penanganan kasus Novel Baswedan harus menjadi prioritas negara untuk segera diungkapkan. Nur Kholis menjelaskan ada dua hal penting dalam kasus penyiraman ini. Pertama kasus ini membawa nama KPK sebagai lembaga negara, kedua, Novel secara pribadi adalah sosok berpengaruh dalam pemberantasan korupsi.

“Kasus ini seharusnya mendapat prioritas karena Novel sendiri termasuk subjek yang sangat penting di KPK. KPK juga lembaga yang penting di dalam pemberantasan korupsi di republik ini,” jelasnya.

Menurut Nur Kholis, prioritas yang dimaksud dalam hal ini adalah seberapa besar kekuatan negara dikerahkan dalam menangani sebuah kasus nasional. Dia mengatakan, apabila negara dalam hal ini kepolisian mampu mengerahkan seluruh tenaga untuk mengungkapkan pelaku di balik penyiraman Novel, maka publik pun akan mengapresiasinya.

“Kalau dalam pengungkapan kasus ini negara menggunakan kekuatan yang lebih, itu publik pasti juga akan memahami dan menerima, melihat urgensinya,” kata Nur Kholis.

Komnas HAM sendiri tidak bisa berasumsi terkait adanya hubungan antara penanganan kasus penyiraman Novel dengan kasus korupsi KTP-elektronik yang sedang ditangani KPK. Dia mengatakan hanya memberikan perhatian pada penyelidikan kasus penyiraman Novel yang tidak kunjung memberikan titik terang.  

“Itu sulit dibilang ada kaitannya atau tidak ya. Meskipun ada asumsi kuat mengarah ke sana. Tetapi menurut kami penting untuk segera mengungkap saja agar tidak timbul spekulasi yang seperti itu juga,” kata dia.

Nur Kholis menegaskan, karena ada asumsi tersebut, seharusnya kasus penyiraman terhadap Novel ini menjadi penting untuk segera diungkap. Ia mengatakan, jika ada hubungan antara penyiraman Novel dengan kasus korupsi yang sedang ditangani KPK saat ini, maka polisi wajib untuk mengungkapkannya. “Ini menjadi urgen untuk diungkap untuk bisa menjelaskan banyak hal termasuk asumsi adanya keterkaitan dengan kasus korupsi tadi,” kata dia.

Karena adanya kejadian penyiraman kemarin, Komnas HAM bahkan menyarankan presiden untuk turun tangan memberikan perhatian penuh pada KPK. Menurutnya, KPK perlu dukungan kepala negara dalam hal jaminan keamanan maupun moral.

“Dukungan presiden kepada KPK dan Novel secara pribadi penting agar pekerjaan pemberantasan korupsi tidak terganggu,” kata dia.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono mengatakan setiap penanganan kasus memiliki tingkat kesulitan yang berbeda. Menurutnya, wajar saja apabila ada sebuah kasus yang butuh waktu lebih lama untuk bisa diungkapkan.

"Setiap kasus pasti ada kendala semua. Itu wajar ya, ada yang bisa cepat selesai ada yang lama kan," ujar Argo, Selasa (2/5).

Argo mengatakan, kepolisian masih berusaha mencari saksi yang bisa memberikan titik terang dalam mengungkapkan kasus ini. Di sisi lain, pihaknya mengaku kesulitan karena pelaku pada saat itu mengenakan helm sehingga wajahnya tidak terlihat.

"Kita masih mencari saksi ya. Kita kesulitan karena dia menggunakan helm, dan wajahnya tidak terlihat. Itu kesulitannya," kata Argo.

Polri sendiri, Ahad (30/4) lalu mengaku telah mengetahui pelaku di balik penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Namun polisi sendiri belum bersedia untuk mempublikasikannya kepada khalayak.

“Tidak hanya sudah dikantongi, tetapi sudah diketahui,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto di Gedung Joeang 45, Menteng, Jakarta Pusat.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement