REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggelar Pameran Pendukungan Warisan Budaya Tak Benda untuk mendukung beberapa Warisan Budaya Tak Benda Indonesia yang diajukan menjadi Intangible Cultural Heritage (ICH) UNESCO, di Jakarta, Selasa (25/4). Tiga Warisan Budaya Tak Benda yang diajukan adalah pinisi, pantun, dan pencak silat.
Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nadjamuddin Ramly mengatakan, ketiga Warisan Budaya Tak Benda ini sudah diajukan ke UNESCO dan tinggal menutup penetapan dalam sidang UNESCO yang telah dijadwalkan.
"Ketiganya sudah diajukan ke UNESCO, baik pencak silat, pinisi, maupun pantun. Semua dokumen-dokumen yang diharuskan oleh UNESCO untuk diisi dan diklarifikasi, seperti dokumen pendukung dan karya akademik yang mendukung tentang itu sudah dikirim," kata Nadjamuddin Ramly, kepada Republika, di gedung Kemendikbud, Selasa (25/4).
Pinisi: The Art of Boatbuilding of The People of South Sulawesi sebagai Representative List ICH UNESCO yang telah diajukan Pemerintah RI pada 2015 akan ditetapkan dalam Sidang UNESCO di Seoul, Korea Selatan, tanggal 4-6 Desember 2017.
Sedangkan pantun, The Malay Oral Tradition yang diajukan Pemerintah RI bersama Pemerintah Malaysia sebagai Multinational Nomination pada 2017 akan dibahas tahun 2018. Selanjutnya, Pencak Silat yang diajukan tahun 2017 akan dibahas tahun 2019.
Najmuddin mengatakan tiga Warisan Budaya Tak Benda ini memiliki nilai penting bagi komunitas masyarakat pendukungnya. Mulai dari pinisi, Nadjamuddin menerangkan, pinisi adalah tradisi arsitektur pembuatan kapal yang ada di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Pinisi telah digunakan oleh para pelaut Bugis dan Makassar untuk mengarungi samudera sejak zaman nenek moyang.
Warisan Budaya Tak Benda selanjutnya yang diusulkan adalah pantun. Pantun diusulkan oleh pemerintah Indonesia dan Malaysia pada tahun 2017, mengingat warisan budaya ini beririsan di dua negara. Pantun masih menjadi tradisi di Kepulauan Riau dan Semenanjung Sumatra, yang berdekatan dengan Semenanjung Melayu.
Jika sudah ditetapkan, nantinya pantun akan menjadi hak paten milik Indonesia dan Malaysia. "Semenanjung Sumatera dan Semenanjung Malaysia adalah daerah yang sangat berdekatan tradisi, kebudayaan, bahkan kekeluargaannya," kata Nadjamuddin.
Satu lagi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia yang diusulkan ke UNESCO adalah pencak silat. Menurut Nadjamuddin, warisan budaya ini diambil dari Sumatera Barat, Jawa Barat, Betawi, dan Jawa Tengah. Ada pula yang berasal dari kelompok agama, seperti Tapak Suci Putra Muhammadiyah, dan Pagar Nusa NU.
Beberapa negara tetangga di Asia Tenggara, seperti Malaysia, Thailand Selatan, Filipina Selatan, Singapura, dan Brunei diakui juga memiliki tradisi pencak silat. Namun, Nadjamuddin menegaskan, pemerintah mengangkat seni pencak silat yang mengandung dasar-dasar sejarah dan filosofi keindonesiaan.
Dukungan komunitas masyarakat bakal menjadi pertimbangan penting bagi UNESCO untuk menetapkan Warisan Budaya Tak Benda ini. Menurut Nadjamuddin, UNESCO juga akan meninjau ke daerah-daerah masyarakat pendukungnya, seperti Riau, Sumatera Barat, Bulukumba, Jawa Barat, Jawa, Betawi, dan Banten.
"Warisan budaya ini masih didukung oleh masyarakat. Karena eksis didukung masyarakat, dia tidak pada posisi yang penting diselamatkan, tapi menjadi perilaku masyarakat dan masih tumbuh sampai sekarang. Itu yang menjadi pertimbangan UNESCO," ujarnya.