Kamis 20 Apr 2017 20:05 WIB

KPK: Hak Angket Bukan Berarti Bisa Masuk ke Penegakan Hukum Teknis

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Bayu Hermawan
Juru bicara KPK Febri Diansyah menyampaikan pernyataan pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (12/4).
Foto: Antara/Reno Esnir
Juru bicara KPK Febri Diansyah menyampaikan pernyataan pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (12/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menyatakan hak angket DPR RI seharusnya dipahami bukan untuk masuk ke ranah penegakan hukum teknis. Sebab, KPK berpandangan akan berisiko menghambat proses hukum dalam pengusutan kasus proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el).

Selain menghambat proses hukum, lanjut Febri, risiko lainnya yakni adanya saksi yang memberikan keterangan tidak benar dalam persidangan.

"Pertimbangkan serius, kewenangan untuk pengawasan diharapkan tidak masuk di teknis penegakan hukum," ujarnya di kantor KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (20/4).

Febri juga mengatakan, KPK tetap menghormati kewenangan pengawasan DPR. Namun, kata dia, jangan sampai kewenangan yang dimiliki DPR masuk terlalu jauh dalam penegakan hukum karena rentan memberikan pengaruh.

"Kami dari awal katakan, kami tangani kasus KTP-el, pihak lain jangan pengaruhi," ucapnya.

Pihaknya juga menegaskan tidak bisa memberikan rekaman pemeriksaan mantan anggota komisi II DPR RI Miryam Haryani di KPK. Sebab, ini bagian yang terkait dengan proses hukum di penyidikan.

"MSH (Miryam) tersangka, sidang KTP-el dua orang terdakwa, satu penyidikan, kalau dibuka, ada risiko membuat bias proses hukum," tuturnya.

Termasuk, lanjut Febri, menghambat penanganan kasus dengan tersangka Miryam dan juga kasus proyek KTP-el itu sendiri.

"Sudah kami sampaikan di komisi III, kami hargai poin keempat yang minta KPK buka rekaman itu, kami respon KPK punya pandangan berbeda. Kalau bukti dibuka di luar proses hukum, nanti hambat penanganan kasus," ujarnya.

Sebelumnya, Komisi III DPR berencana menggulirkan dan membentuk pansus hak angket untuk mendesak KPK membuka rekaman BAP tersangka pemberi keterangan palsu KTP-el Miryam S Haryani.

Dalam rapat dengar pendapat antara Komisi III DPR dengan KPK beberapa hari lalu, sempat terjadi perdebatan alot di mana DPR mendesak KPK membuka rekaman BAP Miryam yang menyebut ada enam anggota Komisi III yang menekan Miryam saat bersaksi di sidang kasus korupsi e-KTP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement