Ahad 16 Apr 2017 17:05 WIB

'Dalam Pilkada, Jangan Sampai Penegak Hukum tak Dipercaya Rakyat'

Rep: Santi Sopia/ Red: Ani Nursalikah
 Pengamat Politik Siti Zuhro.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Pengamat Politik Siti Zuhro.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mencatat ada beberapa hal penting, mengenai kecenderungan pelanggaran pada Pilkada DKI Jakarta putaran pertama. Tetapi pelanggaran itu, kata dia, masih dalam ambang yang diwajarkan.

"Ini jadi otoritas stakeholder, baik partai politik, tim sukses, penyelenggara juga institusi penegak hukum, demikian juga dengan pemerintah daerah, semua dan masyarakat harus berperan positif dalam arti seiya sekata mewujudkan pilkada sehat dan demokratis," ujar Siti di Jakarta, Ahad (16/4).

Menurutnya, sesuai informasi yang diterima, ada kecenderungan penyimpangan khususnya soal Daftar Pemilih Tetap (DPT). Pemutakhiran DPT dilakukan bukan untuk peluang pada mereka yang tidak punya hak pilih.

Kepolisian, kata dia, juga sudah memberi peringatan Bawaslu dan Panwaslu proaktif melakukan pencegahan kemungkinan kecenderungan pemutakhiran DPT yang salah. Karena itu, saatnya pra kondisi ini didukung semua elemen, termasuk media, timses paslon, serta para pemilih yang menciptakan nilai-nulai budaya yang kondusif pada Pilkada DKI putaran kedua.

"Jangan sampai ada ketidakpercayaan masyarakat kepada institusi penegak hukum, yang karena memang tupoksinya adalah memberikan payung hukum kedamaian," kata dia.

Institusi harus netral, tidak berat sebelah. Jangan sampai ada asumsi penilaian apalagi fitnah yang mendiskreditkan penegak hukum karena prinsip utama pilkada DKI ini, menurutnya, dilandasi hukum yang kuat.

Siti menambahkan, yang harus dimunculkan pada pra kondisi pilkada putaran kedua adalah demokrasi sehat. Pilkada harus berlangsung sehat artinya tidak ada penyimpangan yang serius.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement