Ahad 16 Apr 2017 14:49 WIB

Praktik Politik Uang Diprediksi Masif Terjadi di Masa Tenang

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nur Aini
Warga berpartisipasi dalam bentuk tanda tangan sebagai bentuk dukungan terhadap Pilkada Damai saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di Jalan M.H Thamrin, Jakarta, Ahad (16/4).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Warga berpartisipasi dalam bentuk tanda tangan sebagai bentuk dukungan terhadap Pilkada Damai saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di Jalan M.H Thamrin, Jakarta, Ahad (16/4).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Setelah sebulan lebih menggelar kampanye penajaman visi misi pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, Ahad (16/4), Pilkada DKI Jakarta Putaran Kedua memasuki masa tenang. Di masa tenang ini warga dihimbau tetap menahan godaan dari oknum yang melakukan segala bentuk aktivitas kampaye bahkan aktivitas yang menjurus kepada kampanye.

Wakil Ketua Komisi III DPD RI, Fahira Idris mengungkapkan yang terjadi di masa tenang seringkali masih dimanfaatkan untuk praktik kampanye terselubung. Hal itu misalnya mempersuasi warga untuk memilih salah satu calon tertentu, tetapi biasanya masa tenang sering dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab melakukan berbagai kecurangan terutama praktik politik uang.

"Jadi masa tenang seperti ini bagi oknum-oknum yang culas menjadi momen yang paling pas membujuk pemilih agar mengubah pilihannya," kata Senator Jakarta Fahira Idris, Ahad (16/4).

Fahira mengatakan cara yang dinilai paling ampuh adalah dengan politik uang, membagi sembako, dan memberi bantuan sosial. Godaan-godaan seperti ini diprediksi masif terjadi. "Saya berharap Warga Jakarta bisa menahan berbagai godaan ini, karena niat mereka membeli suara sebenarnya merendahkan martabat kita sebagai manusia," ujarnya.

Ia mengungkapkan, berdasarkan evaluasi kampanye putaran kedua di mana begitu maraknya berbagai kampanye terselubung yang mengarah ke politik uang, maka kemungkinan besar berbagai godaan akan menghampiri warga Jakarta selama masa tenang ini. Kondisi ini sesungguhnya memalukan, mengingat Pilkada DKI Jakarta menjadi perhatian nasional dan diharapkan menjadi contoh baik bagi daerah lain di Indonesia dalam menggelar pilkada. Akan tetapi, menurut dia, Jakarta yang seharusnya mengalirkan inspirasi bagi daerah lain bagaimana praktik sebuah pilkada yang jujur, adil, dan demokratis malah memperlihatkan kepada seluruh rakyat Indonesia praktik yang sebaliknya.

"Praktik-praktik kampanye yang mengarah ke politik uang dipertontonkan dengan sebegitu vulgarnya dan tanpa malu dan yang membuat kita miris, belum ada tindakan berarti yang diambil oleh pihak yang berwenang,” ujar Fahira.

Saat ini, kata dia, satu-satunya harapan untuk menyelamatkan wajah Pilkada DKI Jakarta, tinggal berada di tangan warga terutama mereka yang mempunyai hak pilih. Bermartabat tidaknya Pilkada DKI Jakarta akan sangat ditentukan bagaimana pada hari pemungutan dan penghitungan suara yang jatuh pada 19 April nanti.

Baca juga: Warga Jakarta Diingatkan Jaga Rahasia Pilihan di Masa Tenang

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement