Jumat 14 Apr 2017 15:42 WIB

Dedi Mulyadi Bujuk Siswa Diduga Korban Bully untuk Sekolah

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Andi Nur Aminah
Bupati Dedi Mulyadi membujuk Windasari (berkerudung putih) untuk melanjutkan sekolahnya, Jumat (14/4).
Foto: Republika/Ita Nina Winarsih
Bupati Dedi Mulyadi membujuk Windasari (berkerudung putih) untuk melanjutkan sekolahnya, Jumat (14/4).

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, prihatin dengan kondisi Windasari (12 tahun) warga Kampung Babakan Kalong, Desa Cikeris, Kecamatan Bojong. Pasalnya, gadis cantik ini berhenti sekolah (drop out) diduga jadi korban bully

Windasari harus berhenti sekolah sejak kelas tiga SD. Sampai saat ini, gadis ABG tersebut sama sekali tak mau sekolah. "Ada dugaan, gadis ini jadi korban bully, makanya dia menolak sekolah," ujar Dedi, kepada Republika.co.id, Jumat (14/4).  

Awal mula kasus ini terungkap, saat Windasari dan kedua orang tuanya mengunjungi rumah dinas bupati di Jl Gandanegara No 25. Saat itu, orang tua gadis ini yakni Andi (46 tahun) dan Ni'ah (35 tahun), mengeluhkan soal anak kedua mereka yang menderita penyakit saraf. 

Saat ditanya mengenai keluarga ini, akhirnya terungkap bila Windasari tidak sekolah. Dedi Mulyadi, berupaya membujuk anak agar mau sekolah lagi. Namun jawabannya cukup mencengangkan. Sebab, anak ini kekeuh tak mau sekolah. "Padahal, saya sudah membujuknya, bila Winda mau sekolah, rumahnya akan diperbaiki," ujar Dedi.

Setelah sekian lama diberi pengertian, akhirnya bujukan Bupati Dedi ditanggapi positif oleh Winda. Gadis berkerudung ini bersedia sekolah lagi. Mendengar jawaban itu, raut muka Dedi Mulyadi berubah menjadi sumringah lagi.

Ni'ah, ibu kandung Windasari, mengaku, tak tahu pasti alasan anaknya tak mau sekolah. Padahal, setiap hari dia selalu mengantar anak tersebut ke sekolah. Tetapi, dia selalu pulang lebih awal. "Sampai sekarang, Winda tak mau sekolah," ujar buruh pemetik teh ini.  

Ni'ah mengaku, sudah tiga kali mendaftakan anak sulungnya itu ke sekolah. Lagi-lagi, Winda memutuskan berhenti sekolah. Dari pengakuannya, banyak yang meledek soal kondisi ekonomi keluarganya.

Maklum saja, sambung Ni'ah, rumah mereka yang berada di ujung jalan setapak Kampung Babakan Kalong, tak seperti rumah tetangga lainnya. Ayah Winda juga hanya buruh sadap aren yang upahnya cuma Rp 35 ribu per hari.  "Mungkin, di sekolahnya banyak yang meledek, karena Winda anak orang miskin," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Desa Cikeris Dasep Sopandi, mengaku, Kampung Babakan Kalong berada di kaki Gunung Burangrang. Dari jalan desa ke kampung ini, akses jalannya hanya setapak. Selain itu, kampung ini sangat terpencil. Dari jalan raya desa saja jaraknya sekitar dua kilometer.

"Sepertinya, selain jadi korban bully, jarak dari rumah Winda ke sekolah juga sangat jauh," ujarnya.

Jadi, ada kemungkinan Winda malas ke sekolah lantaran jaraknya yang jauh. Sebab, dia harus berjalan kaki dari rumah ke sekolah sekitar dua kilometer. Itupun jalannya hanya tanah pematang sawah dan kondisinya naik turun. "Tahun ini, kita akan buka akses jalan selebar 2,5 meter ke Kampung Babakan Kalong," jelasnya. N Ita Nina Winarsih 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement