REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menegaskan tidak akan membiarkan pihak-pihak yang berusaha merusak kemurnian pemilihan kepala daerah DKI putaran kedua.
"Kejaksaan sebagai penuntut umum dalam kerangka penuntut hukum perkara pilkada, menjamin tidak akan menolelir pihak-pihak yang berusaha merusak kemurnian pilkada," kata Wakil Kepala Kejati DKI, Masyhudi di Jakarta, Kamis (13/4).
Masyhudi menambahkan bahwa UU Pilkada beserta aturannya telah jelas mengatur mengenai jenis-jenis pelanggaran dalam pelaksanaan pilkada termasuk yang dikategorikan sebagai tindak pidana. Misalnya politik uang, pemilih ganda maupun pihak-pihak yang menghalangi pemilih untuk tidak dapat memilih.
Pengalaman Kejati DKI Jakarta dalam menangani perkara pidana pada putaran pertama lalu telah dijadikan sebagai referensi para penegak hukum yang tergabung dalam Sentra Gakkumdu antara lain Kepolisian dan Bawaslu untuk dapat memproses setiap lapora.
Selain itu, Kejati DKI akan bersikap netral dengan tidak akan memihak kepada salah satu pasangan calon dan memberikan pesan khusus kepada seluruh masyarakat DKI Jakarta agar dapat memilih pilihannya berdasarkan hati nurani, tanpa adanya intervensi dari apapun.
"Sehingga diharapkan akan terpilih pimpinan yang layak dan patut untuk memimpin DKI Jakarta," ujarnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung selama pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) pada 2017 telah menerima sebanyak 23 perkara di delapan provinsi. "Kejaksaan menerima 23 perkara di delapan provinsi," kata Jaksa Agung HM Prasetyo saat Rapat Kerja dengan Komisi III DPR RI di Jakarta, Rabu.
Kedelapan provinsi itu, yakni Riau, Jambi, Lampung, DKI Jakarta, Banten, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Papua. Dari catatan yang diperoleh, kata dia, yang terbanyak ditemukan pelanggaran di Sulteng.
"Berbeda dengan prediksi sebelumnya yang dianggap rawan adalah Papua, Bangka Beling, DKI dan Aceh. Ternyata Aceh justru tidak ada pelanggaran," katanya.