REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Penamparan buruh wanita oleh oknum polisi berbuntut pelaporan pidana terhadap polisi tersebut ke Bareskrim Mabes Polri. Sebelumnya, korban didampingi oleh Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) telah melakukan pengaduan ke Propam pada Senin (10/4).
"Hari ini, kami membuat pelaporan pidana ke Bareksrim Mabes Polri," kata koordinator massa aksi, Kokom Komalawati, Selasa (11/4).
Menurut Kokom, permintaan maaf dari Kapolres Metro Tangerang pada Senin (10/4), sudah mereka terima. Tapi, kata Kokom, proses hukum tetap harus berjalan. "Kami akan tetap memaksa proses hukum dijalankan," kata Kokom.
Ia menjelaskan, kekerasan kepolisian dalam kasus perburuhan bukan sekali ini. Terutama dalam kasus pemecatan 1.300 buruh pembuat sepatu Adidas dan Mizuno di Panarub Grup.
Menurutnya, pada kasus yang lama, international labour (ILO) telah mengeluarkan rekomendasi pada bulan November 2017. Sisebutkan pemerintah harus melalukan investigasi independen tentang keterlibatan aparat keamanan dan paramiliter dalam membubarkan aksi pada 12 Juli 2012, lalu. "Jadi tindakan kekerasan polisi terhadap buruh mestinya tidak dilihat terpisah dan dianggap sebagai kesalahan biasa," kata dia.
Pangkal soal ini, kata Kokom, adalah ketidaktegasan pemerintah menyelesaikan kasus pemecatan dan pembubaran serikat buruh di PT Panarub Dwikarya. Kasus ini sudah berjalan lima tahun.
"Kami dibiarkan terlantar. Hari ini, kami akan mendatangi Kemenaker RI dan Mabes Polri untuk mendesak mereka menyelesaikan kasus kami dan memproses kejadian kemarin," kata Kokom.
Sebelumnya, Polres Metro Tangerang Kota sudah menyatakan akan menindak tegas oknum polisi yang melakukan pemukulan buruh wanita di Tugu Adipura, Jalan Veteran Blok B12 No.1, Sukasari, Kec. Tangerang, Kota Tangerang, Banten, Ahad (9/4). "Kita tidak usah melihat kronologisnya. Bagaimanapun, itu tetap salah. Seorang polisi tidak boleh berbuat seperti itu," kata Kapolrestro Tangerang Kota Kombes Pol Harry Kurniawan, Senin (10/4) lalu.